Manfaat Melestarikan Satwa Langka

[Muqadimah 1]

 

Jama'ah Jum'at Yang Dimuliakan Allah.

 

Di dalam Al-Qur'an, surat Al-Baqarah, ayat 30-33 terdapat kisah mengenai permohonan para Malaikat kepada Allah SWT. agar menggagalkan rencana-Nya untuk menciptakan manusia di muka bumi ini karena mereka beranggapan, bahwa manusia akan melakukan kerusakan dan pertumpahan darah. Permohonan para Malaikat itu diajukan setelah Allah SWT. menyampaikan kepada mereka akan rencana-Nya itu. Namun, rencana Allah SWT. tidak dapat ditolak. Setelah Nabi Adam AS, manusia pertama itu tercipta, Allah SWT. mengajarkan kepadanya mengenai berbagai hal. Kemudian semua itu diperlihatkan kepada para Malaikat, lalu mereka diperintahkan untuk menjelaskannya. Para Malikat tidak mampu menjelaskannya, dan mengaku hanya mengetahui sebatas apa yang telah diajarkan kepadanya. Lalu Allah SWT. menyuruh Adam AS. untuk menjelaskannya kepada mereka. Selanjutnya Allah SWT. menegaskan, bahwa itulah rahasia mengenai rencana-Nya untuk menciptakan manusia sebagai khalifah di muka bumi.

Keberadaan manusia di muka bumi sangat penting untuk menguasai berbagai ilmu pengetahuan agar mampu menciptakan kehidupan dunia yang aman dan sejahtera di bawah naungan ridlo Sang Pencipta, Allah SWT. Dengan demikian, manusia dituntut untuk mengenali, mengolah dan memanfaatkan segala sesuatu yang ada di bumi, bahkan di angkasa. Sehingga, atas izin Allah SWT. dan kuasa-Nya, lambat laun manusia mampu merumuskan berbagai bidang ilmu pengetahuan untuk mampu mengolah dan memanfaatkan dunia bagi kehidupan manusia, termasuk menjaga, merawat dan melestarikan keutuhannya. Inilah diantara tujuan, fungsi dan tugas diciptakan manusia.

 

Jama'ah Jum'at Yang Berbahagia.

 

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan Fatwa nomor 04 tahun 2014 tentang “Pelestarian Satwa Langka Untuk Menjaga Keseimbangan Ekosistem”. Isi fatwa tersebut adalah kita sebagai umat Islam dihimbau untuk ikut berperan aktif dalam upaya menjaga, merawat, serta melestarikan hewan, terutama berbagai jenis hewan yang terancam punah. Firman Allah SWT. dalam surat Yasin ayat 71-72:

 

أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا خَلَقْنَا لَهُمْ مِمَّا عَمِلَتْ أَيْدِينَا أَنْعَامًا فَهُمْ لَهَا مَالِكُونَ ۚ وَذَلَّلْنَاهَا لَهُمْ فَمِنْهَا رَكُوبُهُمْ وَمِنْهَا يَأْكُلُونَ.

Artinya: “Dan Apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakan binatang ternak untuk mereka yaitu sebahagian dari apa yang telah Kami ciptakan dengan kekuasaan Kami, lalu mereka menguasainya? Dan Kami tundukkan binatang-binatang itu untuk mereka; Maka sebahagiannya menjadi tunggangan mereka dan sebahagiannya mereka makan”. (QS. Yasin [36] : 71-72)

 

Tentang keberadaan satwa dan binatang yang ada di bumi ini, dalam dekade terakhir memang memprihatinkan. Laporan ilmiah dari studi tentang keberadaan spesies makhluk hidup yang ada di bumi, mencatat bahwa terdapat laju kepunahan hingga mencapai 58% antara tahun 1970 hingga 2012, dan bahkan tingkat kepunahan akan mencapai 67% pada tahun 2020.

Keberadaan satwa atau binatang baik di alam liar, dengan sifat kerimbaanya maupun yang hadir di tengah manusia. Ternyata mempunyai peran penting untuk tetap dipertahankan. Perbaikan kualitas ternak dan tumbuhan yang telah ada secara domestic (dipelihara ditengah manusia), sangat bergantung dengan stok aslinya di alam (di hutan-hutan).

 Jadi, pesan-pesan kuat dari agama sebagaimana dikemukakan dalam fatwa MUI tersebut, sangatlah bermakna agar secara praktis, umat Islam tidak hanya memahami pedoman dan nasehat agama yang membawa kemaslahatan, tetapi juga pada perbaikan isi dunia. Firman Allah SWT. dalam surat al ‘Araf, 56:

وَلاَ تُفْسِدُواْ فِي الأَرْضِ بَعْدَ إِصْلاَحِهَا...

Artinya: ”Dan janganlah kamu melakukan kerusakan di bumi setelah menjadi baik...".(QS. Al A'raf [7] : 56)

 

Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan pentingnya melestarikan satwa dan tumbuhan untuk mempertahankan keseimbangan ekosistem kehidupan. Banyak terjadi bencana, seperti banjir, tanah longsor dan lainnnya merupakan dampak dari tidak adanya keseimbangan ekosistem. Keberadaan satwa menjadi penting karena satwa mempunyai tugas langsung secara biologis, selain memerlukan pula kawasan dengan ekosistem yang seimbang. Sebagai contoh, burung penyebar biji-bijian, seperti burung enggang dan kelelawar sepanjang hidupnya dapat menyebarkan ratusan ribu biji-bijian sepanjang radius terbangnya. Inilah tugas rutin mereka yang tidak bisa dilakukan oleh manusia. Penyebaran biji dan penyerbukan alamiah dilakukan oleh binatang dan sebagian oleh angin sebagaimana firman Allah SWT. dalam surat Ali Imran 191:

...رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذا بَاطِلاً...

 

"...Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia..." (QS. Ali Imran [3]: 191)

 

Ayat di atas menegaskan kepada kita, bahwa tidak ada di antara ciptaan Allah SWT. yang sia-sia. Semuanya mempunyai fungsi dan manfaat yang berbeda dan saling melengkapi.

 

Jama'ah Jum'at Yang Berbahagia

 

Tidak banyak bangsa yang dikaruniai oleh kekayaan satwa seperti Indonesia. Keberadaan mereka dapat juga merupakan sumber rezeki apabila dikelola dengan baik. Sumber-sumber kehidupan dapat dicari dan dilakukan dengan cara berkelanjutan, dengan cara yang inovatif yang sekiranya tidak merusak habitat mereka, tetapi hendaknya dengan mempertahankan keberadaanya, sehingga keuntungan jangka panjang dapat diperoleh dari kehadiran makhluk Allah SWT. tersebut.

Sebaliknya, apabila terjadi kepunahan, maka manusia Indonesia yang  menjadi saksi atas kepunahan tersebut dan akan disesalkan oleh generasi penerus kecuali Kita mulai dari sekarang untuk mereformasi perilaku kita mengakhiri kebiasaan berburu hewan liar, membatasi konsumsi, dan membangun komitmen yang selaras dengan kandungan Fatwa MUI tentang Satwa Langka.

Demikian khutbah kali ini, semoga bermanfaat dan bisa menjadi bahan renungan bagi kita semua.

 

[Muqadimah 2]

 

Share:
admin@ecomasjid.id