Memelihara Satwa Dan Memperdagangkannya
[Muqadimah 1]
Jama'ah Shalat Jum'at Yang Dimuliakan Allah.
Hewan peliharaan (pet animal) adalah hewan yang dipelihara untuk menjadi sahabat manusia atau memberi kesenangan kepada manusia, misalnya burung, ayam, anjing dan kucing. Tujuan pemeliharaannya berbeda dengan tujuan pemeliharaan hewan ternak (livestock), hewan percobaan laboratorium (laboratory animals), hewan pekerja, atau hewan olah raga yang dipelihara karena alasan-alasan ekonomi. Selain itu masih banyak berbagai hewan pengerat (seperti hamster), burung (seperti kenari, parkit, kakaktua),reptilian (seperti kura-kura, kadal, ular, iguana), ikan (seperti arwana, lohan), dan arthropoda (seperti laba-laba), dan sebagainya.
Apakah diperbolehkan menangkap burung serta memasukkannya ke dalam sangkar, kemudian dipajang di rumah sebagai hiasan seperti burung kakatua dan jenis burung lainnya, atau burung bulbul untuk didengarkan kicauannya, atau memelihara ikan dalam aquarium? Memelihara hewan di lingkungan rumah berarti mengekang kebebasannya itu pada hewan yang biasanya berada di alam bebas, seperti burung. Namun untuk hewan jinak yang kebiasaannya berada di dalam atau di sekitar rumah yang manusia, seperti kucing, kelinci, ayam dan sebagainya. Lalu, bagaimana Islam menanggapi hal ini. Bolehkah manusia memiliki hewan peliharaan untuk diperdagangkan? Dalam kehidupan banyak diantara manusia menginginkan binatang di sekitar mereka yang dimungkinkan untuk dipelihara, diambil manfaatnya untuk kesenangan dan pelipur hati nan gundah. Bagaimanakah hukum memelihara dan memperdagangkan hewan? Selain burung yang memiliki suara, bentuk dan warna yang indah, biasanya hewan peliharaan itu bisa berupa kucing, iguana, kelinci, ayam dan lainnya.
Jama'ah Shalat Jum’at Yang Dimuliakan Allah.
Memelihara burung merpati untuk didengarkan kicauannya diperbolehkan, mengkonteskannya tanpa taruhan hukumnya makruh, dan dengan taruhan hukumnya haram. Penjelasan ulama fiqh di dalam beberapa karyanya, bahwa memelihara merpati untuk bertelur, berkembang biak, kesenangan semata, atau untuk kurir surat, hukumnya mubah, sedangkan untuk permainan hukumnya makruh“ sebagaimana di dalam Asnaa al-Mathaalib, Jilid IV, hlm 344. Demikian pula dijelaskan, bahwa tidak dibolehkan mengadu hewan seperti sapi, burung, dan sejenisnya, bila dengan taruhan hukumnya haram, dan bila tanpa taruhan hukumnya boleh“ sebagaimana di dalam Al-Baajuuri, Jilid II, hlm 307.
Hal tersebut tidak berdosa, jika anda tidak berbuat zhalim, dan hendaklah anda memperlakukannya dengan baik dalam hal memberi makanan dan minumannya. Baik binatang peliharaan tersebut berupa burung kakatua, burung dara, ayam atau binatang peliharaan lainnya dengan syarat harus diperlakukan dengan baik dan tidak menzhaliminya, baik binatang peliharaan itu dipelihara di dalam kolam, sangkar atau aquarium seperti ikan misalnya. Sesungguhnya Allah SWT. Maha Pelindung lagi Maha Penolong. Dari keterangan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa memelihara burung itu hukumnya diperbolehkan, meskipun hanya sekedar untuk menikmati keindahan suaranya, bulu-bulunya atau sekedar untuk bersenang-senang asalkan pemilik burung merawatnya dengan baik, dengan mencukupi keperluan makanan dan minumannya. Sedangkan mengawinkan hewan tersebut bukanlah suatu keharusan bagi pemiliknya. Dapat kita simpulkan bahwa kita boleh-boleh saja merawat burung dalam sangkar tetapi tak boleh lupa untuk tetap menjaga makanan dan minuman bagi burung tersebut dan tetap memperhatikan kesehatannya agar tidak sampai menyiksa burung tersebut.
Jama'ah Shalat Jum’at Yang Dimuliakan Allah.
Hukum memelihara hewan secara syar’i adalah boleh, selama terpenuhi 4 (empat) syarat sebagai berikut:
Pertama, hewan yang dipelihara tidak najis dzatnya (najis ‘ain/hissi), seperti anjing dan babi. Memelihara hewan piaraan yang najis tidak boleh, karena termasuk memanfaatkan najis yang dilarang secara syar'i. Mahmud Abdul Lathif ‘Uwaidhah di dalam Al-Jami’ li Ahkam al-Shalah, jilid I, hlm 115 menyebutkan kaidah fiqh:
لاَ يَجُوزُ اْلاِنْتِفَاعُ بِالنَّجِسِ مُطْلَقًا
Artinya: "Secara mutlak tidak boleh memanfaatkan najis".
Hewan najis boleh dipelihara, bila terdapat suatu sebab berdasarkan nash syar'i yang membolehkannya, misalnya memelihara anjing untuk menjaga ternak atau untuk dilatih berburu.
Nabi SAW. bersabda:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنِ اقْتَنَى كَلْبًا إِلاَّ كَلْبَ مَاشِيَةٍ أَوْ ضَارِيًا نَقَصَ مِنْ عَمَلِهِ كُلَّ يَوْمٍ قِيرَاطَانِ» رواه البخاري ومسلم
Artinya: Dari Abdullah ibn 'Umar ra., ia berkata: "Siapa saja memanfaatkan anjing selain anjing penjaga ternak atau anjing dilatih untuk berburu, maka pahala amal shalihnya setiap hari berkurang dua qirath". (HR. Bukhari dan Muslim)
Kedua, hewan yang dipelihara wajib diberi makan dan minum yang cukup. Memelihara hewan tanpa memberinya makan dan minum yang cukup hukumnya haram. Dalilnya sabda Nabi SAW: ”Seorang perempuan masuk neraka karena seekor kucing yang diikatnya. Perempuan itu tidak memberikannya makan dan tidak pula melepaskannya agar dapat memakan binatang-binatang bumi”. (HR Bukhari no. 3140; Muslim no. 2242).
Ketiga, hewan yang dipelihara tidak menimbulkan bahaya (dharar) bagi manusia, seperti singa, beruang, atau buaya yang dipelihara dalam kandang secara tak aman bagi manusia. Jika diletakkan di kandang yang aman bagi manusia, hukumnya boleh.
Nabi SAW. bersabda:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ» - رواه ابن ماجة والطبراني والبيهقي
Artinya: Dari Ibnu ‘Abbâs ra, ia bersabda: Rasulullah SAW:“Tidak boleh terjadi kemudaratan dan tidak tidak boleh pula menimbulkan mudarat”. (H.R. Ibnu Majah, Thabrani dan al-Baihaqi).
Keempat, hewan yang dipelihara tidak menjadi sarana untuk perbuatan yang haram. Misalnya, memelihara ayam jantan yang akan digunakan untuk perjudian. Dalam hal ini, Taqiyuddin An-Nabhani di dalam Muqaddimah ad-Dustur, jilid I, hlm 85 menyebutkan kaidah fiqih:
"الوَسِيلَةُ إِلَى اْلحَرَامِ مُحَرَّمَةٌ"
Artinya: "segala sarana untuk hal yang haram adalah haram".
Hewan yang boleh dipelihara tidak disyaratkan halal dimakan (al-ma`kuul). Oleh karena itu, memelihara kucing dibolehkan karena tidak hewan najis sebagaimana hadits riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi, meskipun termasuk hewan yang haram dimakan sebagaimana hadits riwayat Ibnu Majah dari Jabir ra. no. 3250.
Memperdagangkan hewan piaraan, hukumnya boleh jika hewannya halal dimakan, misalnya kelinci, kuda, tupai, dsb. Jika hewannya haram dimakan, seperti anjing, babi, kucing, ular, singa, burung elang, dsb, maka memperdagangkannya haram. Hal ini sesuai kaidah fiqh di dalam Al-Syakhshiyyah Al-Islamiyyah, 2/287 oleh Taqiyuddin An-Nabhani:
كُلُّ مَا حُرِّمَ عَلَى اْلعِبَادِ فَبَبْعُهُ حَرَامٌ.
Artinya: "Setiap benda yang diharamkan bagi para hamba Allah, maka menjualnya adalah haram".
Demikian khutbah kali ini, semoga bermanfaat dan bisa menjadi bahan renungan bagi kita semua.
[Muqadimah 2]