السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

الحَمْدُ لِلّهِ الَّذِيْ كَرَّمَ بَنِيْ آدَمَ وَحَمَلُهُمْ فِيْ البَرِّ وَالبَحْرِ وَرَزَقَهُمْ مِنَ الطَّيِّبتِ وَفَضَّلَهُمْ عَلَى كَثِيْرٍ مِمَّنْ خَلَقَهُمْ تَفْضِيْلاً، أَشْهَدُ أنْ لَا اِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلهُ المَبْعُوْثُ ليِظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَكَفَى بِاللهِ شَهِيْداً،  اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا وَحَبِيْبِنَا وَقُرَّةُ أَعْيُنِنَا مُحَمَّدِ ابْنِ عَبْدِ اللهِ  المُصْطَفَى صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ  وَأَصْحَابِهِ وَمَنِ اتَّبَعَ الهُدَى. أَمَّا بَعْدُ فَيَا عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ، وَتَزَوَّدُوْا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى فَقَالَ اللهُ تَعَالَى : ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

Ma’asyiral muslimin, yang dimuliakan Allah SWT !

Marilah kita berikhtiar untuk senantiasa terus menerus meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT sebagai bekal paling berharga pada kehidupan di alam baqa. Karena sesungguhnya iman itu, menurut Abu al-Hasan al-Asy’ari, dapat bertambah dan dapat berkurang seiring dengan amal ibadah yang kita lakukan. 

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.

Sebagai warga dan bangsa Negara Indonesia, kita dikarunia negeri khatulistiwa, yang makmur, dengan sumber daya alam yang melimpah. Tetapi, mengapa masih banyak saudara-saudara kita yang hidup sengsara, diterpa duka lara, dan hidup papa dan merana di negerinya sendiri? Sampai-sampai banyak saudara-saudara kita yang harus melanglangbuana, di negeri orang sebagai pengembara, membanting tulang demi mencari sesuap nasi. Duka nestapa mereka hadapi nun jauh di negeri orang, hidup di tengah-tengah bangsa asing dalam penderitaan. Padahal mereka itu adalah pahlawan devisa bagi negara?

Rasulullah saw mengingatkan, bahwa sebagian tanda-tanda kebahagiaan keluarga seseorang adalah manakala mata pencahariannya seseorang itu berada di negerinya sendiri. Kata pepatah bijak : “Hujan emas di negeri orang, masih, hujan batu di negeri sendiri, masih enak hidup di negeri sendiri”. Bagaimana kita dapat melakukan usaha, terutama para pemimpin negeri ini, agar dapat terwujud dapat “hujan emas di negeri sendiri”, sehingga mampu membuat warganya, hidup bahagia, dunia akhirat, di tengah keluarga besarnya sendiri.

Allah SWT telah mengingatkan dalam QS. Al-Rum (30): 41;

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ


Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS. Al-Rum (30): 41).

Ma’asyiral Muslimin yang dimuliakan Allah SWT!

Allah SWT telah memuliakan kita, dengan berbagai fasilitas dan sumber daya alam yang melimpah. Ibarat kata, tongkat pun bisa jadi tanaman. Tetapi yang tampak di depan mata justru sebaliknya. Pembalakan hutan secara liar terjadi di mana-mana, penambangan bukit dan gunung yang merusak limhkungan semakin merajalela, bahkan penambangan emas dan tembaga di PT. Freepot di Papua, juga lebih banyak mengundang duka dan nestapa bagi sebagian besar warga sekitar, karena yang menikmati hasil yang sesungguhnya dari pertambangan itu adalah bangsa asing, kaum kapitalis.

Padahal peringatan Allah SWT sebagaimana dalam QS al-Rum (30):41 tersebut di atas, sudah sangat jelas. Bahwa kerusakan di muka bumi ini, baik di daratan maupun di lautan, adalah akibat ulah tangan dan perbuatan manusia. Akhirnya bencana tanah longsor menjadi pemandangan nyata, banjir bandang kian melanda, semua itu adalah akibat dari ketidak-mampuan kita memelihara dan menjaganya kelestarian alam itu. Akhirnya, muncullah berbagai penderitaan rakyat, yang memantik rasa pilu dan derita.

Ma’asyiral Muslimin yang dimuliakan Allah SWT!

Sahabat ‘Imarah ibn Khuzaimah ibn Tsabit berkata, “Aku mendengar Umar ibn al-Khaththab berkata kepada bapakku, “apa yang menghambatmu untuk menanami tanahmu?” Ayahku menjawab: “Aku orang yang telah lanjut usia, aku akan mati besok”. Maka Umar berkata: “Aku tegaskan kepadamu untuk menanaminya”. Sungguh aku melihat Umar ibn al-Khaththab menemaninya dengan tangannya bersama bapakku bercocok tanam di tanah itu” (Jaribah al-Haritsi, Fikih Ekonomi Umar ibn al-Khaththab,2003:107).

Dalam riwayat yang lain, Umar ibn al-Khaththab ra. datang kepada sekelompok orang, lalu berkata: “Siapa kalian?” “Kami adalah orang-orang yang bertawakkal”, jawab mereka. Maka ‘Umar berkata: “Kalian adalah orang-orang yang ceroboh. Maukah kalian aku beritahu tentang orang-orang yang bertawakkal? Sesungguhnya orang yang bertawakkal adalah orang yang menabur benih di bumi, lalu dia bertawakkal kepada Tuhannya”. 

Dalam versi yang lain, Umar ibn al-Khaththab bertanya tentang Ali ibn Abi Thalib, lalu dijawab: “beliau pergi ke ladangnya”. Maka Umar berkata, “Pergilah kalian bersamaku kepada Sayyidina Ali”. Lalu mereka mendapatinya sedang bekerja, maka mereka pun bekerja bersama beliau sesaat, kemudian mereka duduk berbincang-bincang”.

Ma’asyiral Muslimin yang dimuliakan Allah SWT!

Kutipan di atas menunjukkan bahwa ‘Umar ibn al-Khaththab ra memberikan contoh bahwa beribadah dan bertawakkal, bukanlah berarti pasrah tanpa usaha apapun. Akan tetapi orang yang bertawakkal secara benar adalah, mereka yang mau berikhtiyar dan bekerja keras, termasuk di dalam menebar benih, menanam bibit agar lingkungan tetap terjaga dengan baik. Bahkan kepada orang yang mengatakan, “aku besok akan segera mati pun”, Umar ibn al-Khaththab tetap memaksa dan mengajaknya untuk menanam.

Apa yang dilakukan Umar ibn al-Khaththab, adalah bukti nyata bahwa pengamalan agama dan sikap tawakkal kepada Allah dengan cara menanam benih untuk menjaga kelestarian lingkungan. Karena menanam pohon, adalah bagian dari ibadah lingkungan, agar generasi yang akan datang, tetap dapat menikmati dari hasil usaha yang dikerjakan para pendahulunya. Ini sebagai usaha menjaga kenikmatan dan kemuliaan yang diberikan Allah SWT kepada manusia sebagai hamba-Nya, agar sumber daya alam yang disediakan sebagai rezeki yang dinikmati manusia di bumi ini akan terus terjaga dengan baik.

Mengakhiri khutbah ini, marilah kita berikhtiyar agar dapat memaknai sikap tawakkal kepada Allah secara benar. Menanam adalah bentuk ibadah yang dicontohkan secara langsung oleh sahabat ternama Umar ibn al-Khaththab, agar kita dapat menjaga kelestarian alam, hutan, dan hijau. Karena dengan cara demikian, generasi kita yang akan datang, akan dapat menikmatinya, sekaligus menjadi bukti mensyukuri nikmat Allah SWT.

 

وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا ۚ إِنَّ رَحْمَتَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ



Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah Amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik” (QS. Al-A’raf (7):56).

 

 

بَارَكَ الله ُلِيْ وَلَكُمْ فِيْ القُرْآنِ العَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَاِيّاَكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الذِّكْرِ الحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَاَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ.فَاسْتَغْفِرُوهُ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ

 

Share:
admin@ecomasjid.id