اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِى جَعَلَ الصَّلاَةَ عِمَادَ الدِّيْنِ، وَجَعَلَهَا كِتَابًا مَوْقُوْتًا عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ. أَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ خَلَقَ اْلاِنْسَانَ فِى أَحْسَنِ تَقْوِيْمٍ. وَأَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ: فَيَاعِبَادَ اللهِ اأُوْصِيْكُمْ وَ نَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ، قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ وَهُوَ أَصْدَقُ الْقَائِلِيْنَ أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ ، يَاآيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّاوَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.
Ma’syiral Muslimin Jamaah Shalat Jumat yang Dimulian Allah.
Islam adalah agama KAAMIL (sempurna) dan MUTAKAAMIL (menyempurnakan semua sistem yang lainnya). Karena agama Islam adalah sistem kehidupan yang diturunkan oleh Allah Swt, yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana. Kesempurnaannya telah lengkap untuk dipedomani oleh umat secara keseluruhan, karena hanya Islam lah yang ajarannya mencakup semua sendi kehidupan makhluk, bukan saja untuk umat Islam, tetapi untuk ummat manusia yang akan berbuat baik di muka bumi ini, karenanya aturan agama Islam telah sempurna, dan umat manusia harus memahaminya dengan baik untuk petunjuk keselamatannya dan kemaslahatan bagi seluruh makhluk Allah di muka bumi ini.
Dengan indah dan terperincinya aturan Allah telah disediakan bagi hamba-Nya, sehingga bukan hanya mencakup aturan bagi sesama manusia saja, melainkan juga terhadap alam dan lingkungan hidupnya. Mari kita renungi firman Allah dalam Al-Qur’an:
الَمۡ تَرَوۡا اَنَّ اللّٰهَ سَخَّرَ لَكُمۡ مَّا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الۡاَرۡضِ وَاَسۡبَغَ عَلَيۡكُمۡ نِعَمَهٗ ظَاهِرَةً وَّبَاطِنَةً ؕ وَمِنَ النَّاسِ مَنۡ يُّجَادِلُ فِى اللّٰهِ بِغَيۡرِ عِلۡمٍ وَّلَا هُدًى وَّلَا كِتٰبٍ مُّنِيۡر
“Tidakkah kamu perhatikan Sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa kitab yang memberi penerangan”. (QS. Lukman [31]: 20)
Dari ayat di atas, memberikan pemahaman kepada kita bahwa begitu pentingnya umat manusia memperhatikan secara sungguh-sungguh alam raya ini, bahkan bukan hanya sekedar diperhatikan, tetapi yang lebih penting adalah membantu merawat dan menjaga alam dari kerusakan agar benar-benar bisa bermanfaat bagi seluruh umat manusia, karena menjaga alam dan sumber daya yang ada di dalamnya adalah salah satu bukti iman kita kepada Allah Swt.
Berulang kali Allah melalui Al-Quran mengingatkan kepada kita semua untuk tidak berbuat kerusakan di muka bumi. Salah satunya adalah firman Allah dalam surat Asy-Syu’ara sebagai berikut;
وَلَا تَبْخَسُوا النَّاسَ أَشْيَاءَهُمْ وَلَا تَعْثَوْا فِي الْأَرْضِ مُفْسِدِينَ
“Dan janganlah kamu merugikan manusia dengan mengurangi hak-haknya dan janganlah membuat kerusakan di bumi” (QS. Asy-Syu’ara` [26]: 183).
Para ahli tafsir telah menjelasakan frasa ayat ‘dan janganlah membuat kerusakan di muka bumi’, dengan menghadirkan beberapa contoh perbuatan perusakan bumi. Mislanya Ibnu ‘Ajibah. Menurutnya, maksud dari frasa ayat ini adalah ‘jangan kalian melampaui batas dengan berbuat kerusakan di muka bumi’. Seperti melakukan pembegalan, perampokan, dan perusakan tanaman. Demikian sebagaimana dikemukakannya dalam kitab tafsir al-Bahr al-Madid sebagai berikut;
وَلَا تُبَالِغُوا فِيهَا بِالْإِفْسَادِ ، وَذَلِكَ نَحْوُ قَطْعِ الطَّرِيقِ ، وَالْغَارَةِ ، وَإِهْلَاكِ الزُّرُوعِ
Jangan kamu melampaui batas dengan berbuat kerusakan di muka bumi, pembegalan, perampokan, dan perusakan tanaman.” (Ibnu ‘Ajibah, al-Bahr al-Madid, [Bairut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, Cet Ke-2, 1423 H/2002 M], juz, V, h. 283)
Jika perbuatan memelihara sumber daya alam itu kita niatkan dengan ikhlas dan dibuktikan dengan perbuatan nyata (tidak sekedar ucapan) agar dapat dimanfaatkan oleh umat manusia, sama artinya kita telah membantu menyelamatkan jiwa berapa puluh juta umat yang sekarang ini masih hidup di bawah garis kemiskinan. Disamping itu juga sama dengan melakukan kewajiban teologis (agama) yang dibebankan kepada kita. Sebab, membantu memenuhi kebutuhan mereka yang dibawah garis kemiskinan hukumnya adalah wajib. Demikian sebagaimana dipahami dari penjelasan Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani yang dikemukakan oleh Muhammad Salim bin Said Babashil di dalam kitab Is’ad ar-Rafiq
وَيَجِبُ عَلَيْهِ أَيْ عَلَى كُلِّ مُكَلَّفٍ بَذْلُ النَّصِيحَةِ لِلْمُسْلِمِينَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اَلدِّينُ النَّصِيحَةُ قَالُوا لَهُ: لِمَنْ قَالَ: للهِ وَرَسُولِهِ وِلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينِ وَعَامَّتِهِمْ. قَالَ ابْنُ حَجَرٍ فِى شَرْحِ الأَرْبَعِينَ: أَيْ بِإِرْشَادِهِمْ لِمَصَالِحِهِمْ فِى أَمْرِ أُخْرَتِهِمْ وَدُنْيَاهُمْ وَإِعَانَتِهِمْ عَلَيْهَا بِالْقَولِ وَالْفِعْلِ وَسَتْرِ عَوْرَاتِهِمْ وَسَدَّ خَلَّاتِهِمْ وَدَفْعِ الْمَضَارِّ عَنْهُمْ وَجَلْبِ الْمَنَافِعِ لَهُمْ.
“Setiap orang mukallaf wajib memberikan nasihat kepada orang-orang muslim. Rasulullah Saw. bersabda “ Agama adalah nasihat, para sahabat bertanya kepada Nabi, untuk siapa? Nabi menjawab: untuk Allah, Rasulnya, dan para imam orang muslimin dan awamnya. Ibn Hajar berkata dalam Syarh al-Arba`in: Yakni dengan menunjukkan mereka kepada kemaslahatan dunia dan akhirat, membantu dengan perkataan, perbuatan, menututup aib mereka, menutupi pelbagai kekurangan, menghindarkan marabahaya dan mendatangkan manfaat bagi mereka.” (Muhammad Salim bin Sa`id Babashil, Is`ad ar-Rafiq, Surabaya-Maktabah al-Hidayah, h. 65)
Ketahuilah wahai kaum muslimin, bahwa umat Islam sampai sekarang masih banyak yang miskin-papa,dan belum menikmati betul manisnya sumber daya alam yang melimpah yang dikaruniakan Allah Swt kepada kita bangsa Indonesia, dan saat ini sumber daya alam lebih banyak dinikmati oleh segelintir orang saja, dan sering tidak memperdulikan kepentingan orang lain, termasuk dengan menjaga kelestarian sumber daya alam yang dikelola agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan hingga generasi mendatang,
Sering kita mendengarkan slogan umum yang mengatakan “kebersihan sebagian dari iman“. Banyak yang mengakui hadits ini sebagai hadits dhaif, namun demikian, Rasulullah Saw, telah bersabda, bahwa iman terdiri dari 70 tingkatan, dan tingkatan yang tertinggi adalah menyatakan “Tidak ada Tuhan selain Allah“ dan yang terendah adalah “menjaga kebersihan”.
Jadi memelihara lingkungan hidup termasuk menjaga kebersihan lingkungan adalah menjadi bagian integral dari tingkatan iman seseorang, khususnya umat Islam. Oleh karena itu kami ingin mengajak semua pihak, mulai dari para pejabat pemerintah hingga rakyat biasa, termasuk para pengusaha yang sering terkait dengan masalah kerusakan masalah lingkungan, marilah bersama-sama kita memelihara lingkungan hidup, kita selamatkan dari kerusakan-kerusakan, kita berdayakan hasil dan kandungannya secara bijaksana dan berkelanjutan, supaya dapat juga dinikmati sampai kepada anak cucu kita kelak.
Islam menegaskan bahwa manusia ditugaskan Tuhan menjadi pengelola bumi, mempunyai makna unsur-unsur yang berkaitan dengan sebuah rangkaian sistem kehidupan di antara unsur-unsur tersebut.
Pertama, manusia sebagai makhluk yang diberi predikat khalifah.
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً …
"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi…” (QS. Al Baqarah [2]: 30).
Kedua, alam raya sebagai tempat melangsungkan kehidupan.
Ketiga, hubungan manusia dengan lingkungan.
Hubungan manusia dengan alam atau dengan sesamanya, bukan merupakan hubungan penakluk dan yang ditaklukkan, melainkan hubungan ketundukan kepada Tuhannya, karena kemampuan yang dimiliki oleh manusia dalam mengelola alam, bukanlah akibat dari kekuatan yang dimiliknya, melainkan anugerah dari Allah Swt sebagaimana vang tergambar dalam surat Ibrahim ayat 32, Allah berfirman:
ٱللَّهُ ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ وَأَنزَلَ مِنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءً فَأَخْرَجَ بِهِۦ مِنَ ٱلثَّمَرَٰتِ رِزْقًا لَّكُمْ ۖ وَسَخَّرَ لَكُمُ ٱلْفُلْكَ لِتَجْرِىَ فِى ٱلْبَحْرِ بِأَمْرِهِۦ ۖ وَسَخَّرَ لَكُمُ ٱلْأَنْهَٰرَ
"Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezeki untukmu, dan Dia telah menundukkan bahtera itu supaya bahtera itu berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai" (Q.S Ibrahim [14]: 32)
Senada dengan ayat tersebut di surat Al-Zukhruf ayat 13 juga mengatakan:
سُبْحَٰنَ ٱلَّذِى سَخَّرَ لَنَا هَٰذَا وَمَا كُنَّا لَهُۥ مُقْرِنِينَ
"Mahasuci Allah yang telah menundukan semua ini kepada kami, padahal sebelumnya kami tidak menguasai" (Q.S Al-Zukhruf [43]: 13)
Pada sisi lain kekhalifahan mengandung makna "bimbingan" agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptanya dalam pandangan agama, seseorang tidak dibenarkan memetik buah sebelum siap untuk dimanfaatkan atau memetik bunga sebelum bunga tersebut berkembang, karena hal itu tidak memberi kesempatan pada makhluk tersebut mencapai tujuan penciptaannya. Sebagaimana firman Allah dalam surat Ad-Dukhon ayat 38:
وَمَا خَلَقْنَا السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا لَاعِبِينَ
"Dan kami Tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dengan main-main" (Q.S Ad Dukhan [44]: 38)
Senada dengan ayat di atas surat Al-Ahqaf ayat 3 juga mengatakan:
مَا خَلَقْنَا السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَجَلٍ مُسَمًّى
"Kami telah menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan dalam waktu yang di tentukan" (Q.S Al Ahqaf [46]: 3)
Ayat tersebut memberikan penegasan kepada manusia selaku khalifah bumi, agar tidak hanya mementingkan kepentingannya atau kelompoknya saja, melainkan harus bersikap bijak demi kemaslahatan orang lain dan semua makhluk. Ιa tidak boleh menjadikan alam sebagai tempat berbuat sewenang-wenang dan mengeksploitasinya secara berlebihan. Dengan demikian keberadaan manusia di muka bumi bukan untuk mencari "kemenangan", melainkan mencari keselarasan dengan alam dan lingkungannya, serta tunduk kepada Tuhannya, sehingga mereka dapat bersahabat dan senantiasa bersifat ramah, termasuk kepada alam dengan menjaga kelestarian alam.
Kaum Muslimin Jama’ah Shalat Jumat yang Dimuliakan Allah
Manusia sebagai makhluk yang berakal (hayawanun nathiq) seyogianya mampu memberikan nilai lebih di haribaan Tuhannya. Dibandingkan dengan mahluk lain yang tidak dianugerahi akal, Tuhan tidak mengharapkan manusia menjadikan bumi sebagai ladang menumpuk dosa dan kemadharatan bagi makhluk lainnya. Keberadaannya pun tidak di harapkan mengukir sejarah menjasi manusia yang menebar kerusakan, melainkan justru diharapkan menjadi "rahmatan lil alamin".
Pada posisi tersebut, sangatlah mulia keberadaan manusia, sehingga pantaslah makhluk yang satu ini dijadikan makhluk yang paling sempurna penciptanya.
قَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
“sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (Q.S At-Tin [95]: 4)
Namun, manusia pun bisa turun derajatnya seperti binatang, bahkan lebih rendah dari seekor binatang, yaitu bila manusia menjauhi harapan-harapan Tuhannya, termasuk melakukan kerusakan lingkungan hidup dan tidak menjaga kelestarian alam
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِّنَ ٱلْجِنِّ وَٱلْإِنسِ ۖ لَهُمْ قُلُوبٌ لَّا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ ءَاذَانٌ لَّا يَسْمَعُونَ بِهَآ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ كَٱلْأَنْعَٰمِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْغَٰفِلُونَ
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (Q.S Al A'raf [7]: 179)
Dengan demikian sikap yang harus dikedepankan sebagai bagian dan karakter masyarakat islami sebagai rahmatan lil alamin di antaranya diwujudkan dalam beberapa hal sebagai berikut:
Pertama, tidak membiarkan lingkungan (lahan) koson. tanpa ada pengelolaan sebab merupakan bagian dari sikap kontra produktif.
Kedua, memiliki pemahaman bahwa alam adalah anugerah sekaligus amanah dari Allah yang harus diberdayakan dengan baik, sebagaimana disyaratkan dalam surat Ar- Rahman ayat 10:
وَالْأَرْضَ وَضَعَهَا لِلْأَنَامِ
“Dan Allah telah meratakan bumi untuk makhluk(Nya).” (Q.S Ar- Rahman [55]: 10)
Pesan moral dari ayat tersebut adalah bahwa sumber daya alam dan lingkungan hidup diciptakan oleh Allah untuk diberdayakan oleh manusia. Kata kunci dari ayat tersebut adalah lafadz ‘lil anam' (untuk manusia) dalam lafadz tersebut bergandeng dengan "lam". Makna "lam"' pada lafadz tersebut adalah li alnaf (hak memanfaatkan atau guna-pakai bukan dengan makna li al milki (hak memiliki).
Kaum Muslimin Jamaah Shalat Jumat yang Dimuliakan Allah
Dengan demikian alam yang dianugerahkan kepada manusia bukan untuk dimiliki melainkan hanya hak guna pakai untuk mendukung kehidupannya. Dengan demikian manusia tidak berhak bertindak seperti penguasa alam. Dengan mengeksploitasinya secara besar-besaran, berlebihan dan tidak memperhatikan keseimbangan alam dan lingkungan hidup, tidak layak bagi bagi manusia berbuat kerusakan di muka bumi tersebut, sebab berbuat hal tersebut merupakan perbuatan yang menganiaya terhadap diri mereka sendiri seperti yang diisaratkan dalam surat Al-Araf ayat 56 :
وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا ۚ إِنَّ رَحْمَتَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (Q.S Al Araf [7]: 56)
Timbul pertanyaan, bagaimana komitmen manusia sekarang dalam menjaga dan melestarikan alam dan lingkungan hidup? Apalagi kita telah melihat dampak yang ditimbulkan oleh perkembangan sains dan teknologi terhadap lingkungan hidup. Banyak lahan-lahan pertanian yang telah berubah menjadi pabrik-pabrik dan pemukiman; gunung-gunung yang rimbun disulap menjadi vila-vila indah, tempat tempat penampungan air sepeti danau dan situ telah berubah menjadi real estate dan banyak kawasan perumahan penduduk berubah menjadi kawasan industri besar.
Beranjak dari hal-hal tersebut di atas, sudah saatnya manusia sadar dari segala kecongkakan dan keserakahan dalam melakukan pembangunan, tanpa memperhatikan aspek keseimbangan dan kelestarian lingkungan, sebelum semuanya menjadi terlambat. Al-Qur’an sebagai pedoman hidup manusia, jauh 15 abad ke belakang, menegaskan kepada manusia agar senantiasa menjaga kelestarian alam dan lingkungan hidup untuk mencapai kehidupan yang sejahtera dan bahagia. Bila manusia memaksakan diri mengadakan eksploitasi alam secara zalim dan berlebihan, baik di darat ataupun di laut, maka manusia hanya tinggal menunggu akibat yang akan diderita berupa bencana kerusakan alan dan lingkungan hidup yang akan memberikan madharat kepada manusia. Sebuah teguran, peringatan atau ancaman akan datangnya azab terhadap apa yang telah diperbuat manusia telah Allah sampaikan melalui Firmannya pada surat Al-Rum ayat 41,
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. (QS. Al-Rum [30]: 41)
Ayat tersebut memberi informasi, bahwa disebabkan tangan jahil manusialah alam yang begitu indah dan ramah menjadi rusak. Oleh karena itu, seyogianya hal ini menjadi peringatan bagi semua umat manusia. Terlebih telah banyak fakta terjadinya bencana alam, termasuk di Indonesia yang cenderung meningkat antara lain, banjir bandang, tanah longsor, kekeringan, pencemaran di sungai dan laut, kondisi cuaca yang tidak nenentu dll. Untuk itu perlu segera dihentikan segala kecongkakan manusia dalam mengeksplotasikan alam tanpa batas dan berlebihan, apa pun alasannya, sebab manusia sendiri yang akan menanggung akibatnya dari alam yang rusak dan yang tidak lagi seimbang.
مَنْ زَرَعَ خَيْرًا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ حَصَدَ الكَرَامَةَ وَمَنْ زَرَعَ شَرَّا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ حَصَدَ غَدًا النَّدَامَةَ
“Barang siapa yang menanam kebaikan baik melalui ucapan atau perbuatan maka ia akan mendapatkan kemulian. Dan barang siapa menanam kejelekan baik ucapan maupun perbuatan maka kelak ia akan mendapatkan penyesalan.” (Ibnu Rajab al-Hanbali, Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam, Bairut-Dar al-Ma’rifah, cet ke-1, 1408 H, h. 274)
Alam seolah berkata: “Aku bisa bersahabat seandainya manusia bisa mengerti dan tidak merusak aku, dan aku siap memberikan kemanfaatan kepada manusia sesuai dengan tujuan penciptaanku. Hal ini dapat terlaksana, jika manusia masih berpegang teguh pada harapan-harapan yang memposisikan diri sebagai “khalifah bumi” yang memiliki tugas untuk memelihara dan memakmurkan bumi.
Namun, harapan dan dambaan itu sekarang cenderung semakin pudar akibat ulah tangan manusia yang di bungkus dengan dalih pengembangan sains dan tekhnologi, peningkatan devisa negara, peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), dll.. Sering sekali dalih dalih itu mengabaikan dan mengikis keharmonisan antara manusia dengan alam lingkungan, yang harus tetap terjaga dan terpelihara kelestariannya.
Konversi hutan alam menjadi kawasan budidaya non kehutanan, perubahan status hutan lindung menjadi hutan produksi, eksploitasi tambang ilegal di kawasan lindung, penebangan hutan secara ilegal, perambahan hutan, dll., dapat menimbulkan malapetaka banjir dan tanah longsor, penipisan lapisan ozon di atmosfir, hingga ancaman terjadinya hujan api di berbagai belahan bumi, .merupakan beberapa masalah besar yang kini mengancam kehidupan manusia di bumi. Oleh karena dugaan akan adanya kerusakan alam, telah terbukti dan sekarang sudah menjadi salah satu isu global, termasuk beberapa isu besar terkait lainnya, yaitu krisis ekonomi, krisis politik, krisis keanekargaman hayati dan krisis perubahan iklim. Munculnya fenomena kerusakan alam menunjukkan ketidak harmonisan hubungan manusia dan alam, padahal alam adalah sesuatu yang sangat berpengaruh dan menjadi sistim penyangga kehidupan bagi seluruh makhluk hidup di bumi.
Oleh karena itu, sebagai umat yang memiliki ajaran yang komprehensif dan integratif, seyogianya segala bidang kehidupan menjadi lapangan dalam mengamalkan ajaran Islam yang "rahmatan lil alamin". Termasuk di dalamnya senantiasa bersifat ramah terhadap alam dan lingkungan hidup. Terlebih-lebih karena manusia yang pada hakikatnya adalah mahluk lingkungan (homo ecologis). Artinya, dalam melaksanakan fungsi dan posisinya sebagai salah satu sub dari sebuah ekosistem, manusia adalah makhluk yang memiliki kecendrungan untuk selalu mencoba mengerti dan memahami akan lingkungannya.
Ma’syiral Muslimin Jamaah Shalat Jumat yang Dimuliakan Allah
Saat ini sungguh terasa bahwa alam kita, telah terkoyak-koyak akibat kepentingan kelompok anak manusia yang tidak mempunyai tanggung jawab atas keberlangsungan hidup yang merupakan hajat banyak manusia, sehingga mereka semena-mena melakukan eksplorasi alam, bumi, laut, termasuk melakukan pencemaran sungai. Akibatnya, sebagai contoh air yang merupakan kebutuhan primer bagi umat manusia termasuk untuk kebutuhan berwudhu, akan menjadi momok yang menakutkan ketika menjadi banjir, karena datangnya mendadak menyapu rata harta benda manusia sampai tidak tersisa lagi.
Semua kejadian tersebut bersumber dari lingkungan hidup kita yang sudah rusak parah, hutan-hutan di Indonesia yang terus menyusut jumlahnya tanpa adanya reboisasi yang berarti dari semua pihak yang berkepentingan. Gunung-gunung yang berwarna kehitam-hitaman, hampir semuanya sudah dieksploitasi dan disedot batu bara dan emasnya sampai ke dasar lumpur dan menyisakan kubangan-kubangan raksasa. Lumpur pun menyemburkan lahar karena kesalahan manusia dalam mengeksploitasi, sehingga menimbulkan bencana alam dan bencana kemanusiaan yang sangat merugikan . Allah mengingatkan kita dalam Al-Qur’an didalam surat Al-Rum ayat 41 yang telah di sebutkan:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. (QS. Al-Rum [30]: 41)
Olah karena ini wahai umat manusia, mari kita sadari bahwa kerusakan yang terjadi di muka bumi ini adalah akibat perbuatan manusia sendiri, yang tidak pandai mensyukuri nikmat yang telah diberikan Allah berupa hamparan bumi yang subur, dan disediakan buat “ orang-orang yang beriman”. “ anna al ardho yaritsuha ‘ibadika ash sholihin” bumi ini diperuntukkan Allah bagi orang-orang yang beriman, bukan kepada manusia yang tidak bertanggung jawab dalam memanfaatkan alam dan mengeruk sumber daya alam untuk kepentingan dirinya dan kelompoknya tanpa memperdulilan orang lain dan kelestarian alam serta lingkungan hidup. Sangat sedikit manfaat yang mereka daptkan digunakan untuk kemaslahatan umat yang lebih luas. Tindakan tidak terpuji ini dapat dianggap sebagai tindakan merampas hak-hak orang yang beriman. Perbuatan seperti akan dimintai pertanggung-jawaban oleh Allah Swt dan balasan siksaan akan ditanggung sendiri oleh manusia yang sudah membuat kerusakan di bumi tersebut.
Semoga Allah senantiasa memberikan kekuatan lahir-batin kepada kita untuk memelihara diri, memelihara keluarga dan lingkungan hidup agar kita selalu menghirup udara yang segar dari bumi yang bersih dan subur.
وَالۡاَرۡضَ مَدَدۡنٰهَا وَاَ لۡقَيۡنَا فِيۡهَا رَوَاسِىَ وَاَنۡۢبَتۡنَا فِيۡهَا مِنۡ كُلِّ زَوۡجٍۢ بَهِيۡجٍ
“dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran.” (QS. Qaaf [50]: 7)
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ اللهُ منِّيْ وَمِنْكُمْ تَلاَوَتَهُ إِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ، لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمِ.