Bioekonomi Menyeimbangkan Konservasi dan Pembangunan Ekonomi
Oleh: Hayu Prabowo[1]
Pendahuluan
Bioekonomi menjadi salah satu pilar utama transformasi ekonomi dalam RPJPN 2025–2045, selaras dengan visi Kunming-Montreal Global Biodiversity Framework untuk menciptakan harmoni antara manusia dan alam. Pendekatan bioekonomi berfokus pada pemanfaatan sumber daya hayati secara berkelanjutan untuk menghasilkan produk dan jasa bernilai tambah tinggi, sejalan dengan tujuan menjaga keanekaragaman hayati, memulihkan ekosistem, dan mendukung manfaat ekosistem bagi manusia.
Dengan kekayaan alam yang melimpah, seperti 68 juta hektar hutan produksi, ribuan spesies flora dan fauna endemik, serta kekayaan laut yang luar biasa, Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pemimpin global dalam bioekonomi. Pendekatan ini mengintegrasikan prinsip ekonomi dan biologi dalam pengelolaan sumber daya hayati, terutama di sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan. Produk seperti bioenergi, biofarmasi, kosmetik, biomaterial, serta jasa lingkungan adalah contoh konkret pemanfaatan sumber daya genetik dan ekosistem untuk mendukung keberlanjutan.
Potensi ini menjadi peluang besar dalam mengembangkan bioekonomi, suatu konsep yang mengedepankan pemanfaatan sumber daya hayati secara berkelanjutan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Model ekonomi ini bertujuan untuk menyeimbangkan antara eksploitasi dan konservasi sumber daya alam. Dalam konteks ini, tiga inisiatif penting yang berperan dalam membangun bioekonomi di Indonesia adalah bioprospeksi, Tropical Forest Forever Facility (TFFF), dan Cali Fund.
Bioprospeksi – Eksplorasi Kekayaan Hayati untuk Inovasi
Bioprospeksi adalah eksplorasi dan pemanfaatan sumber daya hayati untuk menemukan senyawa, organisme, atau gen yang memiliki potensi ekonomi. Indonesia, dengan hutan tropisnya yang kaya, memiliki peluang besar dalam sektor ini. Produk-produk bernilai tinggi seperti obat-obatan, kosmetik, dan biomaterial dapat dikembangkan dari biodiversitas Indonesia.
Bioekonomi menawarkan cara baru dalam melihat sumber daya alam kita, bukan sebagai sesuatu yang hanya dieksploitasi, tetapi sebagai modal utama untuk membangun keberlanjutan yang memberikan manfaat bagi manusia dan alam secara harmonis. Masyarakat adat dan lokal memiliki pengetahuan yang mendalam tentang pengelolaan sumber daya hayati. Mereka harus menjadi bagian inti dari rantai nilai bioekonomi, sehingga manfaat ekonomi yang dihasilkan dapat dirasakan secara adil oleh mereka.
Badan Usaha Milik Masyarakat Adat (BUMMA) diharapkan menjadi model pengelolaan kekayaan masyarakat adat yang berkelanjutan. Indonesia memiliki potensi memimpin bioprospeksi global dan menciptakan harmoni antara manusia dan alam.
Tropical Forest Forever Facility (TFFF) – Insentif Finansial untuk Konservasi Hutan
TFFF adalah mekanisme keuangan inovatif yang dirancang untuk memberikan insentif jangka panjang dan skala besar bagi upaya konservasi dan restorasi hutan tropis. Tujuannya adalah untuk menciptakan sistem penghargaan yang berkelanjutan bagi negara-negara yang berhasil mengurangi deforestasi dan mempertahankan tutupan hutan mereka. TFFF beroperasi melalui mekanisme pembayaran berbasis hasil (payment-for-results), di mana negara-negara akan menerima pembayaran jangka panjang berdasarkan jumlah hektar hutan yang berhasil dilestarikan atau dipulihkan, dengan pengurangan untuk setiap hektar yang terdeforestasi atau terdegradasi.
Saat ini, dua belas negara sedang merundingkan desain dan tata kelola dana ini. Negara-negara tersebut terdiri dari potensi negara donor (Norwegia, Inggris, Jerman, Amerika Serikat, Uni Emirat Arab, dan Prancis) serta negara-negara pemilik hutan tropis (Brasil, Kolombia, Republik Demokratik Kongo, Ghana, Indonesia, dan Malaysia).
Cali Fund – Solusi Inovatif untuk Keadilan Lingkungan dan Keuangan Global
Cali Fund adalah inisiatif yang dirancang untuk mengatasi ketidakadilan dalam pemanfaatan sumber daya alam dan pengetahuan tradisional oleh perusahaan multinasional, sebuah praktik yang dikenal sebagai biopiracy. Inisiatif ini bertujuan memastikan bahwa masyarakat lokal dan adat mendapatkan kompensasi yang adil atas pemanfaatan sumber daya genetik dan pengetahuan mereka. Cali Fund sejalan dengan prinsip Access and Benefit-Sharing (ABS) dalam Protokol Nagoya, yang menekankan pembagian keuntungan secara setara. Nama "Cali Fund" diambil dari kota Cali di Kolombia, negara dengan keanekaragaman hayati tinggi dan rumah bagi banyak komunitas adat. Inisiatif ini mengadopsi pendekatan berbasis hak (rights-based approach), memastikan transparansi dan partisipasi aktif masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan. Cali Fund juga menciptakan preseden bagi perusahaan untuk bertanggung jawab secara finansial dan etis.
Dengan mengintegrasikan keadilan lingkungan, sosial, dan ekonomi, Cali Fund berpotensi menjadi model pendanaan keanekaragaman hayati yang lebih adil dan berkelanjutan, mengurangi biopiracy, serta memberdayakan masyarakat lokal untuk menjaga keanekaragaman hayati demi generasi mendatang.
Kesimpulan
Bioprospeksi, TFFF, dan Cali Fund adalah elemen penting dalam membangun bioekonomi berkelanjutan yang menghargai kekayaan hayati. Bioekonomi menawarkan pendekatan holistik yang menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dengan konservasi alam. Bioprospeksi membuka peluang inovasi berbasis sumber daya hayati, sedangkan TFFF dan Cali Fund menyediakan mekanisme pendanaan inovatif untuk konservasi hutan dan pemanfaatan sumber daya genetik yang adil. Dengan strategi yang tepat, Indonesia dapat menjadi pemimpin dalam bioekonomi global, menciptakan kesejahteraan ekonomi yang selaras dengan pelestarian lingkungan.