Pariwisata merupakan salah satu sektor industri jasa terbesar yang memberikan pendapatan nasional berupa pendapatan valuta asing, peluang kerja dan pembangunan nasional. Tujuan orang berwisata karena di motivasi tiga hal karena keindahan alam, budaya dan obyek buatan manusia. Aspek alam dan budaya merupakan atraksi di destinasi wisata sebesar 95%. Indonesia merupakan negara kepulauan dengan beragam kekayaan alam maupun budaya, sangat potensial untuk dikembangkan menjadi salah satu tujuan wisata mancanegara. Untuk mendukung ini, telah ditetapkan Permen Pariwisata 14/2016 tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan bahwa pembangunan kepariwisataan harus bertumpu pada konservasi, edukasi dan pemberdayaan masyarakat.
Dalam dua dasawarsa terakhir, gaya hidup Islam telah berkembang karena produk dan layanan yang sesuai dengan Syariah (misalnya makanan halal, pariwisata Islam, dan keuangan Islam) telah menjadi komponen penting dari ekonomi global. Dengan kesadaran yang meningkat dan jumlah wisatawan Muslim yang semakin banyak, banyak pelaku industri pariwisata telah mulai menawarkan produk dan layanan khusus, dikembangkan dan dirancang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, untuk memenuhi kebutuhan dan permintaan para wisatawan ini.
Indonesia dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia berpotensi menjadi tujuan utama wisata Muslim dunia. Sayangnya posisi Indonesia dalam wisata Muslim masih kalah populer dibanding negara-negara Islam lainnya. Malah Indonesia menjadi target pasar wisata ramah muslim bagi negara-negara muslim & non-muslim dunia. Ini terlihat dengan meningkatnya promosi wisata ramah Muslim oleh operator asing ditujukan pada wisatawan Indonesia untuk bepergian ke luar negeri. Sedangkan Indonesia masih minim paket wisata ramah muslim untuk ditawarkan ke luar negeri sehingga belum banyak menggaet wisatawan Muslim mancanegara berkunjung ke Indonesia. Oleh karenanya perlu dibangun suatu kesatuan pandangan dan aksi nyata yang sinergis oleh seluruh unsur dalam membangun ekosistem pariwisata untuk menumbuhkembangkan industri wisata ramah Muslim Indonesia.
Layanan Wisata Ramah Muslim
Standing Committee for Economic and Commercial Cooperation of the Organization of Islamic Cooperation (COMCEC) mendifinisikan Muslim Friendly Tourism sebagai “Muslim travelers who do not wish to compromise their basic faith-based needs while traveling for a purpose, which is permissible” atau Wisatawan Muslim yang tidak ingin mengorbankan keimanannya saat berpergian untuk suatu tujuan wisata yang syar’i.
Wisata Ramah Muslim bertujuan untuk meningkatkan industri wisata Indonesia yang berkelanjutan melalui sarana dalam upaya pelestarian alam dengan menggali potensi kekayaan flora dan fauna yang kaya di Indonesia sekaligus melakukan pemberdayaan dan edukasi bagi masyarakat dengan tetap menjaga kebudayaan dan kearifan lokal. Edukasi kepada wisatawanpun mutlak, karena kehadiran wisatawan akan mempengaruhi perilaku masyarakat setempat. Kehadiran wisatwan yang religius yang sangat peduli pada lingkungan akan membawa dampak positif bagi masyarakat setempat serta dapat meningkatkan daya tarik tersendiri baik bagi wisatawan lokal maupun mancanegara. Program Wisata ramah muslim ini selanjutnya dapat dikembangkan untuk membentuk Desa Wisata Muslim yang telah dikembangkan di negara Malaysia di Terengganu dan Kelantan.
Pola Wisata Ramah Muslim menitikberatkan percepatan wisata berbasis masyarakat melalui peran aktif komunitas dengan mendukung keterlibatan penuh oleh masyarakat setempat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan usaha wisata dan segala keuntungan yang diperoleh. Hal tersebut didasarkan kepada kenyataan bahwa masyarakat memiliki pengetahuan tentang alam serta budaya yang menjadi potensi dan nilai jual sebagai daya tarik wisata, sehingga pelibatan masyarakat menjadi mutlak.
Pola wisata ramah muslim berbasis masyarakat mengakui hak masyarakat lokal dalam mengelola kegiatan wisata di kawasan yang mereka miliki secara adat ataupun sebagai pengelola. Pola wisata ini dapat menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat setempat, dan mengurangi kemiskinan dari pendapatan atas jasa-jasa wisata dari turis: fee pemandu; ongkos transportasi; menjual kerajinan, homestay untuk sarana akomodasi di lokasi wisata, dll. Pola ini juga akan membawa dampak positif terhadap pelestarian lingkungan dan budaya asli setempat yang pada akhirnya diharapkan akan mampu menumbuhkembangkan jati diri dan rasa bangga pada penduduk setempat untuk menjaga budaya serta lingkungannya.
Namun bukan berarti bahwa masyarakat akan menjalankan usaha wisata sendiri. Tataran percepatan perlu dilakukan sebagai bagian dari perencanaan pembangunan terpadu yang dilakukan di suatu daerah. Untuk itu, pelibatan para pihak terkait mulai dari level komunitas, masyarakat, pemerintah, dunia usaha, tokoh agama, dan organisasi non pemerintah diharapkan membangun suatu jaringan dan menjalankan suatu kemitraan yang baik sesuai peran dan keahlian masing-masing.
Oleh: Dr. Hayu Prabowo