Mari Peduli pada Sampah Kita

[Muqadimah 1]

Kaum Muslimin yang dirahmati Allah

Islam merupakan agama yang komprehensif dan universal. Komprehensif berarti syariat Islam merangkum seluruh aspek kehidupan baik ibadah maupun muamalah, dan universal yang bermakna dapat diterapkan pada siapapun, dimanapun dan kapanpun.

Termasuk diantara kesempurnaan ajaran Islam ialah, Islam mempunyai pandangan sendiri dalam upaya menyelesaikan masalah sampah.

Dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا وَقَعَتْ لُقْمَةُ أَحَدِكُمْ فَلْيَأْخُذْهَا فَلْيُمِطْ مَا كَانَ بِهَا مِنْ أَذًى وَلْيَأْكُلْهَا وَلاَ يَدَعْهَا لِلشَّيْطَانِ

“Apabila suapan makanan salah seorang di antara kalian jatuh, ambilah kembali lalu buang bagian yang kotor dan makanlah bagian yang bersih. Jangan dibiarkan suapan tersebut dimakan setan.” (HR Muslim No. 2033)

Dan beliau memerintahkan kami agar mengusap piring. Beliau bersabda: “Sesungguhnya tidak seorangpun di antara kalian mengetahui dibagian makanan manakah ia diberi berkah.” (HR. Abu Daud)

Hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam diatas menunjukkan kepada kita, jika pada makanan tersebut ada kotoran, maka hendaknya dibersihkan dan kotorannya tidak perlu dimakan, serta kotoran yang melekat pada makanan tersebutlah yang kita bersihkan. Setelah kotoran tersebut dibersihkan, hendaklah kita makan, karena setiap butir makanan membawa berkah dan kita tidak boleh menyia-nyiakan makanan karena perbuatan mubazir adalah perbuatan setan. Dengan membuang makanan maka kita membuang segala keberkahan yang diberikan Allah kepada kita.

Kaum Muslimin yang dirahmati Allah

Hadits perintah menjilati jari setelah makan serta memungut nasi yang jatuh lalu dicuci memang kelihatannya sangat sederhana, tetapi ketika meneliti dan memahami hadits tersebut dengan lebih seksama, ternyata terdapat pelajaran luar biasa bagi umat manusia. Sebiji nasi yang jatuh, ketika tidak diambil lagi, akan menjadi jatah makanan bagi setan dan secara otomatis statusnya berubah menjadi sampah yang tidak berguna. Demikian pula jari yang masih belepotan dengan bekas makanan, ketika tidak dijilati dan langsung dibasuh dengan air, tentu akan lebih mencemari air, dibanding dengan jari yang dijilat terlebih dahulu.

Memang masalah memungut nasi masalah sederhana, tetapi ketika kita tinjau dari kondisi masyarakat yang ada di zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ini menunjukkan sebuah langka yang sangat maju dalam hal pengelolaan sampah, Cuma bedanya, di zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam permasalahannya masih sangat sederhana. Makanan yang jatuh yang seharusnya menjadi sampah, oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dikelola kembali dengan cara dicuci, agar kemudian kembali bermanfaat dan tidak terbuang sia-sia menjadi sampah. Ataupun tangan yang kotor dengan bekas makanan ketika dicuci dengan air tentu akan mencemari air, tetapi upaya meminimalisir pencemaran air ditunjukkan dan diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kaum Muslimin yang dirahmati Allah

Ternyata, sebagian besar sampah yang dihasilkan di Indonesia adalah sampah basah, yaitu mencakup 60-70 persen dari total volume sampah. Oleh karena itu pengelolaan sampah yang tersentralisisasi sangat tidak berjalan dengan efisien dan efektif. Mestinya pengelolaan sampah haruslah dilakukan sedekat mungkin dengan sumbernya.

Saat ini masyarakat sering mengeluh karena kadang sampai seminggu, sampah yang sudah menumpuk menggunung dan menebarkan baunya yang khas tidak kunjung diangkut oleh petugas kebersihan.Padahal, dengan mengelola sampah besar di tingkat lingkungan terkecil, seperti RT/RW atau perumahan, maka paling tidak volume sampah dapat diturunkan dan dikurangi.

Kaum Muslimin yang dirahmati Allah

Islam adalah agama yang sangat keras melarang perbuatan tabdzir. Tabdzir adalah menghambur-hamburkan harta atau menyia-nyiakan sesuatu yang bisa dimanfaatkan, dan ini dibenci oleh Allah Ta’ala, sampai-sampai orang yang melakukan perbuatan tabdzir disebut sebagai saudaranya setan, Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ  وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا

“Janganlah kalian berbuat tabdzir, karena orang-orang yang mubadzir adalah saudaranya setan, dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya” (QS. Al-Isra’[17]: 27)

Ketika mayoritas sampah bisa kita kelola menjadi sesuatu yang produktif dan memberikan kemaslahatan bagi mahluk Allah Ta’ala seperti menjadikannya kompos atau makanan ternak dan lainnya, maka orang yang tidak terlibat dengan pengelolaan sampah dengan baik atas dasar kesanggupannya menurut terminologi tabdzir tadi dia akan jatuh dalam perilaku saudaranya setan’

Islam juga mengajarkan kepada kita untuk bahu membahu dalam aktifitas kebajikan, Allah Ta’ala berfirman:

...وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ  وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ...

“...Dan tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan ketakwaan, dan janganlah kalian bertolong menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan…” (QS. Al-Maidah [5]:2)

Karena pengelolaan sampah memberikan maslahat besar bagi kita sendiri, anak cucu kita dan alam sekitar kita, tentu ini menjadi aktifitas yang bernilai ibadah disisi Allah Ta’ala, dan karenanya kita diperintahkan Allah Ta’ala untuk ikut andil dalam segala aktifitas yang memberikan kemaslahatan, termasuk pengelolaan sampah

Dan akhirnya semoga kepedulian umat Islam dalam pengelolaan sampah akan memberikan solusi dalam memperbaiki lingkungan kita, untuk hidup lebih sehat dan bernilai. Semoga Allah SWT meridhai amalan kita, amin......

[Muqadimah 2]

 

Share:
admin@ecomasjid.id