Prof. Dr. H. Emil Salim
Menteri Negara Pengawasan Pembangunan Dan Lingkungan Hidup
(diangkat dari Mimbar Ulama no. 22, Agustus 1978)
"Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikanNya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya, dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".
Demikian al-Qur'an Surat 6, Al An'aam, ayat 165 membuka kesempatan kepada manusia untuk menjadi Khalifah di bumi dengan memberinya kemampuan yang berlebih dibandingkan dengan makhluk-makhluk lain di bumi. Salah satu kelebihan manusia adalah akal yang diberi Tuhan. Dan bergantung pada manusia untuk pandai menggunakan akal fikirannya dan menanggapi lingkungan hidup sebagaimana diungkapkan dalam al-Qur'an Surah 2, al Baqarah, ayat 164 :
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan slang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering) nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang diken daliltan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan".
I. Manusia dan Alam
Maka lahirlah pertama kalinya suatu bentuk produksi yang merupakan pertautan antara tenaga manusia dengan sumber alam di lingkungannya. Alam pemberian Tuhan mulai diolah manusia dengan tenaga otot yang ada padanya, sehingga muncullah kegiatan pertanian. Dalam pola peri-kehidupan pertanian ini manusia mengikuti alam. Akal fikiran manusia mengikuti irama kehidupan alam sekitar. Iklim dan musim menentukan pabila manusia dapat menanam, mengail ikan atau berburu. Dan akal manusia tumbuh berusaha untuk memahami alam, menemukan keteraturan kejadian dalam alam, mencari hubungan kait-mengkait dan sebab-akibat antara gejala alam satu dengan gejala alam lain. Secara berangsur dengan akal fikiran manusia berhasil menggali hukum alam yang mencerminkan tanda-tanda keesaan dan kebesaran Allah SWT.
Tetapi akal tidak berhenti pada penggalian hukum alam ini. Cakrawala fikiran terus meluas. Apabila semula kegiatan produksi merupakan perpaduan antara tenaga manusia dan sumber alam, maka akal-fikiran manusia mulai mencari dan menemukan sumber tenaga lain di luar otot manusia. Tenaga energi ditemukan akal manusia pada diri hewan-binatang. Begitu pula ditemukan tenaga energi pada kekuatan angin, api dan air. Dengan penemuan energi-energi baru ini maka peri kehidupan semakin naik berkat penggunaan berbagai tenaga-tenaga energi tambahan di luar tenaga otot manusia.
Dan akal fikiran manusia berkembang terus. Sehingga berhasil dibentuknya tenaga energi uap buatan manusia sendiri. Dengan penemuan-penemuan baru ini tampil kedepan peranan tehnologi dalam kegiatan produksi.Suatu barang tidak lagi dihasilkan sebagai perpaduan tenaga otot manusia dengan sumber alam. Tetapi meningkat sekarang dengan unsur baru dalam kegiatan produksi ini, yaitu tehnologi.
Dengan masuknya tehnologi ini maka seolah-olah meledaklah semacam revolusi industri. Barang-barang yang dihasilkan tidak lagi terbatas hanya pada hasil pengolahan sektor pertanian, tetapi semakin meluas mencakupi hasil pengolahan berbagai sumber-sumber alam di luar tanah dengan pertolongan tehnologi. Orang tidak lagi berhenti pada mengolah permukaan tanah untuk kegiatan pertanian, tetapi sudah mulai menggali isi perut bumi. Hal ini dimungkinkan ber-kat kemajuan tehnologi. Dengan begitu lahirlah barang-barang baru buatan manusia.
Dan tibalah manusia kepada tahap kedua dalam proses pertumbuhannya. Jika pada tahap pertama manusia menyesuaikan diri dan tunduk kepada ketentuan-ketentuan alam, maka pada tahap kedua manusia mulai mengendalikan ketentuan-ketentuan alam. Dalam waktu kurang dari satu abad, akal fikiran manusia telah mendorong perkembangan ekonomi banyak negara ketingkat kemajuan yang sangat pesat.
Dan sejalan dengan kemajuan materiil ini jumlah manusiapun semakin bertambah. Dengan ilmu yang semakin dikembangkan oleh akal fikiran manusia, maka segenap penjuru dunia mulai dijelajah. Pembangunan tidak cukup hanya dilakukan dengan sumber-sumber alam yang ada dalam batas negara masing-masing. Terbukanya dunia ini telah membangkitkan keinginan untuk juga mengandalkan diri kepada sumber-sumber alam di luar perbatasan negara. Lebih-lebih apabila sumber-sumber alam yang banyak ditemukan di berbagai penjuru dunia ini belum tersentuh oleh penduduk setempat.
Sehingga lahirlah perpaduan proses produksi dengan perkembangan koloni. Pertumbuhan ekonomi banyak negara penjajah berlangsung lebih cepat berkat sumber-sumber alam negara jajajahan. Akal fikiran manusia terus berkembang tidak lagi terbatas pada ikhtiar mengendalikan dari menundukkan alam, tetapi sekarang juga pada ikhtiar mengendalikan dan menundukkan manusia-manusia lain.
II. Manusia Perusak Alam
Akal fikiran manusia telah tumbuh bagaikan anak yang menjadi dewasa, dan kini telah mempunyai kemauan dan kehidupan sendiri. Berhasilnya manusia mengendalikan dan menundukkan alam menimbulkan cara penglihatan untuk melihat kedudukan manusia terlepas dan hubungan timbal balik dengan alam.
Sumber-sumber alam diolah dan ditundukkan untuk memenuhi kebutuhan materiil manusia. Sebaliknya kebutuhan manusia semakin meningkat dan terdorong oleh kemungkinan-kemungkinan baru dalam mengolah dan mengurus sumber sumber alam. Perkembangan ini dirangsang oleh semangat kehidupan materialistis untuk mengejar kekayaan materiil yang semakin banyak. Dalam perkembangan ini yang kuat menelan yang lemah dan negara penjajah mengeksploitir negara jajahan.
Pengaruh dan eksploitasi negara penjajah terhadap negara jajahan sangat dalam sehingga terasa walaupun hampir semua negara jajahan sudah merdeka sehabis perang dunia kedua. Pengaruh yang paling menonjol dari hasil eksploitasi ini adalah bahwa bagian terbesar penduduk dari bekas negara jajahan menderita kemiskinan dan kemelaratan.
Dan bagi mereka yang miskin maka alam adalah satu-satunya sumber penghidupan. Jika kemampuan simiskin adalah terbatas, maka alam diolah tanpa mengindahkan kelestariannya. Pohon ditebang untuk kayu bakar, tanaman dibakar untuk pupuk diperladangan dan begitu seterusnya, kemampuan simiskin yang terbatas memaksa ia memeras alam untuk menghidupinya sekarang ini.
Bagi mereka yang mampu maka alam adalah obyek untuk dimanfaatkan bagi sebesar-besar kemakmuran di hari sekarang. Sehingga lahirlah kepincangan antara yang miskin dengan yang mampu, baik dalam masyarakat antara negara maupun dalam batas satu negara. Tetapi sama-sama memberi akibat yang serupa yaitu alam yang rusak dan tidak lestari. Maka berfirmanlah Allah dalam surat Ar Ruum ayat 41 :
'Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dad (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali ke (jalan yang benar)".
Bagaikan anak dewasa yang telah meninggalkan ibunya, maka akal fikiran manusiapun telah lepas dari bimbingan induknya. Dan dunia dikejutkan oleh kemampuan akal fikiran manusia untuk membangun alat-alat dan senjata-senjata tehnologi yang dapat memusnahkan umat manusia itu sendiri. Tehnologi telah berkembang tidak saja untuk meningkatkan taraf hidup materiil manusia tetapi juga meningkatkan kemampuan untuk menghancurkan hidup manusia itu sendiri.
Dan keresahan timbul dibanyak kalangan pemikir di dunia. Akan kemanakah satu-satunya bumi kita ini. Akan mampukah sumber-sumber alam mendukung kebutuhan manusia yang senantiasa meningkat itu, baik karena jumlah manusia yang bertambah maupun karena peningkatan pendapatan mendorong kenaikan kebutuhan itu.
Bayangan dunia kiamat sudah tampak dihadapari banyak kalangan pemikir. Dan orang mulai mempertanyakan diri, apakah yang keliru dalam pertumbuhan pembangunan di dunia sekarang ini ?
III. Manusia dan Lingkungan Hidup
Bagi kita umat Islam sudah jelas letak kekeliruan dalam pertumbuhan pembangunan yang berlangsung di dunia hingga sekarang. Akal fikiran manusia telah berkembang sangat kencang sehingga hilang keseimbangannya dengan perkembangan jiwa dan rohaninya. Akal fikiran manusia telah berhasil menumbuhkan kemajuan materiil, tetapi tidak terimbangi oleh kedewasaan hidup spirituil. Sehingga di tengah-tengah hidup berkekayaan materiil manusia menderita kemiskinan hidup spirituil.
Di tengah-tengah kesibukan manusia mengejar peri-kehidupan duniawi, ia lupa bahwa hidup di dunia ini hanya bagaikan berteduh di bawah pohon yang rindang, memberi manusia kesempatan untuk beristirahat sejenak dalam perjalanan panjang menuju tempat abadi. Bukankah surat Al Ankabuut ayat 64 meinperingatkan kita bahwa "Tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui."
Untuk mengembaIikan penglihatan manusia terhadap proses pembangunan itu kegaris induk jalan lurus, maka jelaslah perlu dikembangkan peri kehidupan spirituil agar tercapai keseimbangan antara akal-fikiran dengan jiwa rohani. Akal fikiran yang telah lepas dari bimbingan induknya harus kembali dipertautkan dengan jiwa rohani. Dan tali pengikat itu adalah isi Qur'an dan Hadits. Sehingga berkatalah Allah SWT dalam surat Al Qashash ayat 77 :
"Dan carilah pada apa yang teIall dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah berbuat balk kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan".
Dan dalam berbagai surat dalam al-Qur'an terpencar keharusan manusia untuk menegakkan hidup berimbang. Dan jelas kentara pula pedoman keseimbangan sebagaimana digariskan Rasulullah dalam suatu Hadist yang berisi :
"Beramallah untuk (kepentingan) hidup dunia seolah-olah engkau akan hidup selama-lamanya; dan beramallah untuk (kepentingan) hidup akhirat seakan-akan engkau mati besok pagi".
Menegakkan hidup dalam keseimbangan kepentingan duniawi dan akhirat ini, mengharuskan manusia menempatkan dirinya sebagai bagian dari lingkungan alam. Sungguhpun manusia dalam surat At Tiin adalah makhluk yang terbaik rohaniah dan jasmaniah, tetapi mereka akan menjadi orang yang amat rendah jika tidak beriman dan beramal saleh. Hidup berimbang merupakan perwujudan daripada pertumbuhan iman yang kuat dan sikap orientasi hidup untuk beramal saleh itu. Semakin kokoh iman yang dibarengi dengan sikap hidup untuk beramal saleh, semakin seimbang pen kehidupan manusia dan semakin terbuka diri manusia untuk mengembangkan dirinya menjadi insan kamil.
Dalam kerangka fikiran inilah perlu kita kembangkan hubungan manusia dengan lingkungan hidup. Secara umum lingkungan hidup diartikan sebagai segala benda, kondisi-keadaan dan pengaruh yang terdapat dalam ruang yang kita tempati dan mempengaruhi segala hal yang hidup, termasuk kehidupan manusia. Batas ruang lingkungan bisa sangat luas. Namun untuk praktisnya, kita batasi ruang lingkungan ini dengan faktor-faktor yang-dapat dijangkau manusia, seperti faktor alam, faktor sosial, faktor ekonomi, dan lain-lain.
Apabila dalam perkembangan terakhir manusia melihat dirinya terpisah dari alam dalam proses pembangunan, maka akhir-akhir ini para pemikir di dunia semakin sadar bahwa segala benda, zat organis dan bukan organis serta manusia yang hidup dilingkungan mempunyai hubungan timbal-balik antara yang satu dengan lain dalam lingkungan hidup ini. Manusia yang hidup dalam alam gersang memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan manusia yang hidup dalam alam subur. Lingkungan yang padat penduduk memberi pengaruh kepada manusia yang berlainan dengan lingkungan yang tipis penduduk.
Jaringan hubungan timbal balik antara manusia, segala benda, zat organis dan bukan-organis serta kondisi yang ada dalam suatu lingkungan membentuk suatu ekosistim. Ekologi adalah ilmu mengenai jaringan hubungan antara berbagai unsur-unsur yang hidup dan mati dalam lingkungan. Jaringan hubungan dalam ekosistim ini bisa tumbuh stabil, apabila berbagai unsur dan zat dalam lingkungan ini berada dalam keseimbangan. Tingkat keseimbangan lingkungan hidup bisa diperbesar apabila dikembangkan dalam Iingkungan hidup ini berbagai ragam zat organis, bukan-organis dalam hubungan yang beraneka-ragam (diversifikasi). Semakin beragam lingkungan hidup, semakin besar kemungkinan untuk memelihara keseimbangan antara berbagai unsur lingkungan ini, dan semakin stabil ekosistim ini.
Apabila sekarang perlu dikembangkan peri-kehidupan yang berimbang, maka peragaman lingkungan hidup menjadi segi yang menumbuhkan kehidupan berimbang ini, karena dalam keragaman lingkungan hidup memungkinkan keseimbangan dalam ekosistim, yang pada dirinya mempengaruhi kehidupan berimbang manusia. Sehingga kebijaksanaan pembangunan yang tertuju pada pembangunan manusia seutuhnya, perlu dilandaskan kepada keharusan menegakkan kehidupan yang berimbang, sebagai perwujudan daripada keragaman lingkungan hidup dan keseimbangan ekosistim, yang dimungkinkan oleh keselarasan antara perkembangan akal-fikiran dan jiwa-rohani.
Manusia yang tadinya berkat perkembangan akal-fikiran mewujudkan proses pembangunan yang mengeksploitir alam dan lingkungan hidupnya, harus dipertautkan kembali dengan alam dan lingkungan hidupnya. Hal ini hanya mungkin apa bila akal-fikiran itu sendiri kembali bertaut dengan iman, jiwa dan rohani. Maka pengembangan iman dan rohani perlu menjiwai pertumbuhan akal fikir an dalam lingkungan hidup yang secara sadar mempertautkan kembali manusia dengan alam dan keseluruhan ekosistimnya.
Sehingga pengembangan iman dan rohani berjalan seiring dengan keperluan mengembangkan kesadaran manusia untuk memelihara, menumbuhkan dan melestarikan lingkungan hidupnya. Dan terbinalah suatu sistim nilai dimana hutan tidak hanya dilihat sebagai gabungan pohon-pohon rindang, tidak pula dianggap sebagai sumber penahan air-hujan, tetapi lebih daripada ini, bahwa hutan merupakan anugerah Allah untuk melestaiikan zat-zat hidup organis dan bukan organis dalam alam, sehingga mampu menahan air hujan untuk dialiri di bumi dan menghidupi tanah kering bagi tumbuh-tumbuhan sebagai bahan pemakmur manusia dan masyarakat. Hutan tidak hanya penting untuk memelihara kesuburan alam, tetapi juga untuk menumbuhkan sumber-sumber air yang perlu bagi air wadhuk kita dalam menjalankan salat sebagai ungkapan rasa syukur kehadirat Allah SWT. Sehingga pelestarian hidup merupakan bagian dari ibadah untuk memberi kesempatan kepada manusia untuk bersyukur dan memuja keesaan dan kebesaran Allah SWT.
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berba-ring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka." (Surat Ali Imran ayat 190-191),