Energi Bersih Untuk Pengendalian Krisis Iklim dan Pemerataan Energi Yang Berkeadilan

Pembangunan masa depan tanpa bahan bakar fosil (minyak, gas & batu bara) menjadi semakin penting dan semakin layak. Pada 10-11 September 2019 di Cape Town, Afrika Selatan telah dilakukan pertemuan internasional dengan lebih dari 300 delegasi dari 44 negara dengan berbagai agama dan profesi mengenaiFinancing the Future – The Global Climate Divest-Invest Summit”. Pertemuan tingkat tinggi ini menyepakati dan mengajak penarikan investasi dari bahan bakar fosil (divestasi) dan memindahnya dalam investasi energi bersih untuk merespon krisis iklim dan pemerataan energi bagi seluruh masyarakat.

Pembangunan energi dunia saat ini sangat tergantung pada bahan bakar fosil yang tidak hanya menyebabkan kerusakan lingkungan dan krisis iklim, namun juga menyisakan 1 miliar masyarakat dunia yang masih hidup dalam kemiskinan energi serta serta masih diperlukannya subsidi negara dan meninggalkan hutang yang semakin membengkak.

Perubahan iklim merupakan hal paling mendesak yang dihadapi manusia saat ini. Perubahan iklim telah mendorong meningkatnya ketimpangan ekonomi di dalam dan di antara negara-negara maju dan berkembang. Pembangunan yang bertumpu pada bahan bakar fosil - batu bara, minyak dan gas - merupakan faktor penyebab perubahan iklim yang paling signifikan. Para ahli memperkirakan kerusakan permanen iklim bumi akan tidak dapat dipulihkan lagi bila dalam jangka waktu 10 tahun ini kita tidak segera berubah menggunakan energi bersih. Untuk menjaga eksistensi dan kemakmuran umat manusia, proses transisi penghentian penggunaan bahan bakar fosil perlu segera dimulai.

Para pemimpin agama, organisasi kemasyarakatan, ilmuwan, dan pemerintah bertemu untuk membahas bagaimana dapat membiayai dan membangun masa depan yang berkedilan bagi seluruh umat manusia dengan keluar dari investasi bahan bakar fosil ke energi bersih. Pembangunan energi bersih yang merata kepada seluruh penduduk bumi secara lebih adil dipandang sebagai jalan yang bijaksana untuk pengendalian krisis iklim serta masalah kemanusiaan ini.

Nilai agama melihat bagaimana dunia modern saat ini menuju pada tahap penghancuran diri. Agama memandang krisis lingkungan bukan hanya sebagai langkah pencegahan, tetapi juga sebagai pendekatan holistik yang memberikan pengertian pada pentingnya manusia serta seluruh penghuni bumi, termasuk bumi itu sendiri.

Di antara pernyataan dan komitmen yang dikeluarkan oleh berbagai komunitas agama untuk mendukung divestasi bahan bakar fosil disampaikan oleh delegasi Muslim Amerika Utara dan delegasi Muslim Inggris. Mereka menetapkan fatwa yang pertama oleh Dewan Fiqh (Dewan Cendekiawan Muslim) yang diakui secara nasional di mana mereka mengakui dan menegaskan komitmen divestasi bahan bakar fosil 2016 yang dibuat oleh Masyarakat Islam Amerika Utara.

Karen Armstrong dalam bukunya A History of Godmenyebut Nabi Muhammad saw sebagai "Nabi zaman kita". Ajaran Nabi telah memperlihatkan bagaimana bumi serta seluruh penghuninya, serangga, binatang, burung, pohon, batu, gunung, sungai, dan samudera - abadi dalam lingkup alam. Saat ini, ketika umat manusia menghadapi ancaman krisis lingkungan, ketidakseimbangan ekologis, menipisnya lapisan ozon, pemanasan global, dan sebagainya, kita tidak bisa lagi mengabaikan ajaran Nabi yang tertanam dalam dan luas pada perkataan dan tindakannya.

Rasulullah SAW bersabda “Orang Mukmin itu bagaikan lebah, jika ia makan sesuatu ia makan yang baik, jika ia mengeluarkan sesuatu ia keluarkan yang baik.  Dan jika ia hinggap di ranting yang sudah lapukpun, ranting itu tidak dirusaknya.” (HR. Tirmizi)

Faktor inti dari gerakan divestasi-investasi adalah kepemimpinan komunitas-komunitas keagamaan. Saat ini, 22 lembaga keagamaan dunia telah mengumumkan divestasi mereka dari bahan bakar fosil, bergabung dengan total global 170+ organisasi berbasis agama yang telah keluar dari investasi dari energi kotor yang merusak.

Divestasi, yang sebelumnya hanya merupakan seruan moral, sekarang dipandang sebagai satu-satunya respons finansial yang bijaksana dalam menghadapi risiko iklim. Kenyataannya investasi pada sektor industri batubara dan migas telah menurun pasar modal selama lebih dari satu dasawarsa terakhir, dan berada di urutan terakhir dalam peringkat S&P pada tahun 2018. Sektor ini berkinerja buruk, fluktuatif, dan terekspos pada berbagai risiko transisi dunia menuju energi bersih.

Akibatnya divestasi aset telah melonjak dari $ 52 miliar pada tahun 2014 menjadi lebih dari $11 triliun saat ini. Lebih dari 1110 lembaga kini telah berkomitmen untuk menempatkan kebijakan daftar hitam terhadap investasi batubara, minyak dan gas.

Para investor, dengan aset triliunan dolar, memiliki kekuatan dan dapat bergerak lebih cepat daripada pemerintah dalam melakukan transisi menuju dunia dengan energi bersih dan terbarukan yang dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Para investor ini, termasuk aset organisasi keagamaan, dengan mudah memindahkan aset modalnya untuk keluar dari investasi yang mengancam kehidupan manusia untuk keluar dari ancaman iklim dan pemerataan akses energi untuk masyarakat yang berkeadilan.

Pertemuan Divestasi-Investasi Iklim Global di Cape Town telah:

        Memberikan cara dan sumber daya guna menyelaraskan keuangan dengan tujuan iklim.

        Mengajak komunitas global untuk meninggalkan bahan bakar fosil tetap dalam tanah.

        Menegaskan kebutuhan mendesak investasi negara-negara berkembang untuk meninggalkan pembangunan berbasis energi kotor dan menyediakan akses energi bersih.

        Menetapkan visi bagaimana pembiayaan masa depan dilakukan.

        Memungkinkan mitra dari berbagai wilayah dan sektor untuk merencanakan aksi nyata.

Divestasi bahan bakar fosil dan investasi energi bersih lebih penting dari sebelumnya.

Oleh: Hayu Prabowo

Share:
Hayu Susilo Prabowo Prabowo

Inisiator EcoMasjid dan Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam MUI