Goenawan Moehammad, SE

Alumnus Universitas Islam Indonesia, Yogya

(diangkat dari Mimbar Ulama no. 35, November 1979)

 

Pendahuluan

Dengan Nama Allah Yang Maha Murah dan Asih, Sesungguhnya tiada tuhan melainkan Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasul Allah.

Semua mahkluk, termasuk barang apa saja, adalah milik Allah semata, dan pemilikan pada manusia bersifat relatif, karena manusia dititahkan Allah untuk beribadah padanya, menjadi khalifat yang berkewajiban mengelola ummat manusia dan sumber daya alam yang dipercayakan penggunaanya kepada manusia itu sendiri, serta bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah kepada mereka. Allah Maha Pencipta dan sumber segala Sumber, dan Pemberi Rizki yang tiada kunjung berhenti.

Sudah sejak lama kita mendengar bahwa ajaran Islam tentang kehidupan ini sudah sempurna, bahkan ditunjukkan dalam Al Quran bahwa segala sesuatu telah disebutkan. Baru setelah akibat negatif sistim ekonomi yang ada, baik pada cara berfikir manusia maupun kerusakan pada lingkungan, banyak diantara manusia berilmu pengetahuan mencari mencari pemecahan persoalan yang mereka hadapi sedang Al Quran yang harus dibaca dengan Asma Allah itu tetap sebagai bacaan yang belum ditelaah isi dan maknanya, terutama dari bidang ekonomi sebagai salah satu tata kehidupan manusia. Tulisan ini disajikan dengan maksud menjembatani dua fihak yang sedang mencari alternatif sistim ekonomi yang ada sekarang, dan yang belum mengkaji Al Quran dari segi ekonomi. Untuk itulah pertama, dikemukakan gambaran hubungan manusia dengan Allah atau hablun min Allah, dan hubungan antar manusia atau hablun min an naas, serta fungsi alam semesta yang dipergunakan untuk kehidupan manusia. Hubungan manusia dengan manusia dicontohkan oleh Muhammad sebagai mahkluk Allah dan manusia biasa yang bergaul dengan sesama manusia. Dua hal ini diungkapkan dalam kalimat yang banyak mengandung rahasia yakni ASYHADU ANLA ILAHA ILLA ALLAH WA ASYHA DU ANLA MUHAMMAD AR RASULULLAH.

Tiada wajar kiranya bahwa sistim ekonomi Islam itu adalah sistim ekonomi yang sekarang diwarnai dengan ajaran Islam yang dapat mengharamkan dan menghalalkan, sebagaimana pendapat umum yang menyatakan bahwa sistim Islam itu adalah kapitalisme dikurangi bunga dan ditambah zakat, atau komunisme ditambah Allah. Kiranya ini hanyalah 'assembling' belaka. Oleh sebab itu perlu ditumbuhkan dari Al Quran suatu sistim ekonomi tersendiri, yakni sistim ekonomi Islam, dengan membenahi segala ayat yang ada hubungannya dengan ekonomi, dengan catatan bahwa tiada ayat Al Quran yang mansuh, akan tetapi semua itu adalah masih terhadap kitab sebelumnya. Apa yang disajikan ini masih perlu tanggapan lanjut untuk penyempurnaan sistim ekonomi Islam untuk dipraktekkan ummat Islam dan sebagai bahan pemikiran kearah pelaksanaan. Pancasila, dasar falsafah Negara kita dari segi ekonomi. Kiranya perlu dicatat disini bahwa metode yang dipakai adalah metode deduktif dari kebenaran Al Quran, sedang yang induktif dengan mempelajari dan membenahi kenyataan yang terjadi zaman Rasul Allah Muhammad dan kenyataan dewasa ini masih belum disajikan. Dua metode itu seharusnya digunakan. Karangan ini disamping mengundang kesempatan untuk penulisan dengan metode induktif, juga masih terbuka untuk dicari ketepatannya. Terlebih dahulu naskah ini mengemukakan wahyu dan ilmu pengetahuan, kemudian berturut-turut: ekosistima supra, modal dan teknologi, persoalan ekologi, berbagai krisis, penyelesaian berbagai krisis, dasar pemikiran menuju sistim ekonomi menurut Islam, upper structure, hubungan timbal-balik antara agama dan pembangunan ekonomi.

Wahyu dan Ilmu pengetahuan.

Jika setiap manusia merenungkan sejenak tentang dirinya dan asalnya, demikian juga lingkungan hidupnya, ia berfikir siapakah sebenamya pencipta seluruh manusia, khewan, tanaman, bumi, angin, suara, cahaya dan bagian alam semesta lainnya.

Sejarah ummat manusia dalam mencari Yang Maha Pencipta cukup panjang dan rumit. Akan tetapi, beruntunglah ummat manusia, karena sebagian kecil diantara mereka menjadi nabi dan rasul, dari Adam sampai Muhammad, dan ahli pikir yang ulung dari Aristoteles, Plato, sampai Muhammad Iqbal.

Wahyu yang diberikan kepada nabi dan rasul serta ilham yang diberikan kepada para ahli pikir menerangi kegelapan, kerusakan dan kekacauan yang justeru ditimbulkan ummat manusia sendiri. Muhammad sebagai nabi dan rasul mendapat wahyu Allah. Wahyu itu terhimpun dalam Al Qur'an sebagai bacaan utama manusia dengan ayat pertama agar kita membaca dengan nama Allah yang menitahkan manusia dari 'alaq, dan diakhiri dengan pernyataanNya bahwa pada hari itu Allah telah menyempurnakan bagi kita umniat manusia agama kita, dan Allah berkenan ISLAM menjadi agama kita bersama.

Pelaksanaan kandungan Al Quran diajarkan dengan contoh dan tindakan Rasul Allah/Nabi Muhammad yang terhimpun dalam Al Hadits. Wahyu itu mengandung arti hubungan manusia dengan Yang Menciptakannya, sedang kata dan perbuatan Nabi/Rasul Muhammad mengandung arti hubungan antar organisma pokok, yakni manusia dengan manusia. Para ahli pikir mengetengahkan filsafat yang kemudian dikembangkan oleh para ahli ilmu pengetahuan, sehingga dewasa ini banyak sekali cabang ilmu pengetahuan, antara lain ekologi, suatu ilmu baru yang memperhatikan dan mempelajari hubungan manusia dalam memenuhi kebutuhanannya dari alam sekitarnya

Ilmu pengetahuan berdasar fakta dan data. Data itu tidak perlu diselidiki kebenarannya, karena diluar jangakuannya. Dalam ilmu ekonomi, data dipelajari dalam metaekonomi. Akan tetapi pada umumnya ilmu pengetahuan berdasar asumsi yang hasilnya masih sangat spekulatif. Sebaliknya Al Quran terdiri atas ayat yang tidak diragukan kebenarannya. Dengan perkembangan ilmu pengetahuan, termasuk ekologi, dirasakan adanya pemisah yang dalam diantara ilmu pengetahuan dan Al Qur'an, karena yang pertama berdasar asumsi, dan yang kedua berdasar per nyataan yang tidak diragukan lagi. Meskipun demikian, pemisah ini dapat ditiadakan sekiranya data yang tidak perlu dicari kebenarannya oleh ilmu pengetahuan itu dihubungkan denga ayat yang fidak diragukan kebenarannya itu. Namun ayat yang tidak lagi diragukan kebenarannya itu perlu dibuktikan oleh ilmu pengetahuan yang selalu tiada hentinya mencari kebenaran.

Jarak hubungan itu seringkali sangat jauh, karena ilmu pengetahuan sudah lepas dari untaiannya, atau lepas dari Sumber Segala Sumber, yakni Allah. Jika demikian ada dua jalan, mengembalikan untaian ilmu pengetahuan kepada Sumber nya, dan kedua mengarahkan ilmu pengetahuan ke proses yang nantinya menuju kekebenaran kandungan Al Qur'an. Yang pertama sudah terlalu sulit karena perkembangan ilmu pengetahuan sangat jauhnya, sedangkan kandungan Al Qur'an belum dikembangkan. Yang kedua mengalami kesulitan, juga karena Perkembangannya, sedangkan Al Qur'an telah menunjukkan akibat perbuatan manusia. Dalam proses masing-masing Al Quran dan ilmu pengetahuan pada waktunya akan bertemu. Dari akibat perkembangan ilmu pengetahuan yang tidak diinginkan, manusia kembali mencari kehidupannya. Kini diperlukan nasehat dari Al Quran yang bisa meringankan dan meniadakan akibat sampingan ilmu pengetahuan itu. Ini semua memerlukan pembuktian untuk mencari kebenaran. Dalam pembahasan ilmu pengetahuan, terutama ekonomi, Allah sebagai Sumber Segala Sumber, sebagai Pencipta Yang Maha Agung, selalu dikesampingkan. Sebagai gantinya, bukan patung, akan tetapi juga benda atau uang yang menjadi modal. Semula manusia menggunakan peralatan, yang kemudian menjadi modal. Semula modal belum menguasai manusia, akan tetapi kini modallah yang menguasai manusia. Kemudian kini disusul dengan teknologi yang hebat yang juga menguasainya, sehingga bahaya pengrusakkannya akan menjadi dahsyat.

Persoalan yang kini menjadi hangat adalah bagaimana menjinakkan modal dan teknologi itu untuk kesejahteraan ummat manusia. Modal dan teknologi harus mengabdi kepada manusia, dan manusia sekarang harus BERIBADAH kepada ALLAH Subbhanahu Wata'ala. Kembali kini segala persoalan harus ditujukan kepada manusia sebagai sumber persoalan karena perbuatannya, yang dengan melupakan Allah mereka menimbulkan kerusakan baik dikalangan manusia sendiri maupun dikalangan lingkunganya, yang pada gilirannya lingkungan hidup ini akan menghancurkan ummat manusia yang mulai hancur sendiri dari dalam. Dengan demikian jelas ada hubungan antara Allah Yang Maha Pencipta dengan manusia yang diciptakanNya. Hubungan ini terjalin dalam hubungan sebab dan akibat, akan tetapi manusia diberi tanggung jawab terhadap pengelolaan alam ini. Hubungan antar manusia, dan hubungan manusia dengan alam sekitarnya merupakan hubungan fungsional, artinya hubungan yang saling kait-mengkait, saling pengaruh mempengaruhi, timbal balik, dan tergantung satu sama lainnya. Secara ringkas, dua macam hubungan itu tercermin dalam dua kalimah sahadat.

Ekosistema Supra

ALLAH MAHA PENCIPTA, sebagai SUMBER SEGALA SUMBER, menitahkan alam semesta termasuk bumi dan segala isinya agar tunduk kepada ALLAH. Kemudian ALLAH menciptakan manusia sebagai makhluk utama agar mereka beribadah kepadaNya, dap menjadi "khalifat" atau penguasa yang bertanggung jawab atas pengelolaan bumi dan isinya, "resource management", serta hidup rukun diantara mereka, atau "human management". Dalam menciptakan manusia, Allah menggunakan bahan dari alam semesta, khususnya bumi, kemudian Allah memberinya rukh. Manusia diberi Allah rizki dan bumi dan isinya, mereka mengambil manfaat dari sumber alam dan lingkungannya untuk keperluan hidupnya dan bagai bekal beribadah kepadaNya. Jadi, dalam hal ini terjadi hubungan timbal balik, saling pengaruh mempengaruhi antara manusia dan alam semesta, termasuk lingkungan dan sumber alam. Disinilah terjadi EKOLOGI, yakni hubungan manusia sebagai organisma pokok dengan alam sekelilingnya sebagai "environment". Akan tetapi jika dilihat mendalam, terjadilah hubungan antar manusia yang sangat komplek disatu fihak, dengan fihak lainnya yakni flora, fauna, sumber alam, dan lingkungan yang juga saling pengaruh-mempengaruhi. Hubungan keduanya yang saling berkaitan dan menentukan ini berproses terus-menerus tiada hentinya dan merupakan suatu sistem kerumahtanggaan, yang disebut EKOSISTEM.

Jika ditelaah lebih jauh, manusia sebagai khalifat ini akan dipanggil kembali menghadap Allah melalui proses kematian, rukhnya kembali kepada Allah Maha Pencipta, dan jasadnya kembali ke bumi. Pada waktunya pula manusia sebagai individu harus mempertanggung jawabkan segala amal perbuatannya kepada Yang Maha pencipta.

Modal Dan Teknologi

Perkembangan hubungan manusia dan alam melalui tiga tahap : pertama, manusia merupakan bagian dan alam, dan dengan demikian manusia tunduk kepada alam; kedua, manusia menundukkan alam. Kemudian ketiga hubungan timbal balik antara manusia dan alam. Jika yang pertama menghasilkan perpindahan penduduk dari dan ke daerah sekitamya yang dapat menyediakan kepada manusia segala kebutuhannya, maka yang kedua manusia berusaha menetap. Dengan akal dan budi daya, mereka berhasil menciptakan cara dan sekaligus peralatan untuk mempertahankan kehidupan, dengan mengekploitasi alam. Sampai kini cara dan sekaligus peralatan itu menjelma menjadi teknologi yang sangat maju dengan modal yang makin membesar. Dibantu dengan modal dan teknologi hasrat manusia untuk memenuhi kebutuhannya sebagai makhluk ILLAHI kini tinggal kebutuhan lahiriah semata, dan kebutuhan pengabdian kepada Allah telah ditinggalkan, dengan perkiraan bahwa kebahagiaan di dunia harus dicapai kini, mengingat bahwa dunia hanya satu dan sumber daya dan kekayaannya terbatas. Penaklukan terhadap manusia sesama dan alam semesta berlaku dimana-mana, sedang alam semesta secara lambat akan tetapi pasti dengan jelas akan melawan perbuatan manusia. Dalam pada itu, manusia lambat laun menjadi tidak bertuhan Allah, melainkan bertuhan kepada benda, khususnya modal dan teknologi. Kini, pada tahap ketiga, manusia menyadari bahwa diantara manusia dengan alam sekelilingnya terdapat hubungan timbal balik yang saling menentukan. Akan tetapi persoalan alam berupa krisis lingkungan sudah mulai timbul, sedangkan manusia tetap ingkar padaNya. Modal dan teknologi sebagaimana tersebut dimuka telah memperbudak manusia sehingga manusia menjadi rakus untuk memenuhi kebutuhan dirinya serta keluarganya, dan juga untuk pemupukan modal yang pada gilirannya akan melahirkan teknologi baru. Teknologi baru ini kemudian menciptakan modal baru. Hubungan modal dan teknologi menjadi saling sangat menentukan, dan hasilnya menentukan nasib manusia. Dengan demikian manusia lebih ditentukan oleh hasil perpaduan modal dan teknologi ketimbang sebaliknya. Manusia menjadi lemah dalam menentukan hubungannya dengan modal dan teknologi. Inilah persoalan pertama yang sudah sejak zaman dahulu hingga sekarang sulit untuk diatasi. Pada dasamya, persoalan ini terlebih dulu diatasi melalui proses kejadian modal dan teknologi, yang menggunakan nafsu homo ekonomicus.

Persoalan Ekologi

Karena penduduk makin bertambah, demikian juga kebutuhannya yang makin bermacam-macam, maka dengan ilmu, modal dan teknologi manusia menguasai alam, sementara itu alam masih kelihatan pasif. Pada saatnya pula resources dari bumi ini makin berkurang, dan akibat tindakan manusia itu terjadi pencemaran lingkungan, udara sudah sampai titik jenuhnya, demikian juga perairan dan tanah, sehingga tidak mampu lagi menyerap polusi. Resources yang makin berkurang dan polusi ini akan mengakibatkan kegoncangan dunia, kemudian timbul bahaya yang sangat dahsyat. Ekosistemnya menjadi berlobang sebagaimana jaring ikan yang terkena ikan paus yang ganas. Jika diperiksa dan diteliti, ternyata kerusakan itu akibat tindakan manusia yang hanya mementingkan kehidupan dunia, manusia tidak menjalankan fungsinya sebagai khalifat, tidak beribadah, dan tidak bersyukur kepada Allah; secara singkat: dalam tindakan manusia, mereka tidak pernah memperhitungkan Allah sebagai sumber segala sumber. Oleh sebab itu Ekologi dan Ekosistem ini hanya merupakan sebagian kecil saja dan ekosistem yang besar, yang memasukkan hubungan antara manusia dan manusia, dan hubungan manusia dengan Yang Maha Pencipta yakni Allah. Dengan demikian, manusia sebagai khalifat harus mempunyai pengetahuan "resource management", "human management dan beribadah serta tawwakkal kepada. Allah, dan selalu bersyukur kepadaNya. Ini merupakan ekosistem yang super, jika pembicaraan LIMITS TO GROWTH oleh CLUB OF ROME mengenai "resource management" berkenaan pertambahan penduduk dengan sangat pessimistis akan dihilangkan dari alam pikiran kita.

Berbagai Krisis

Manusia sebagai khalifat mempunyai kewajiban memelihara hubungan antar manusia, dan antara manusia keseluruhan dengan alam. Manusia dan masyarakatnya serta alam yang merupakan sumber kehidupan dan tempat pemukiman harus dijaga kelestariannya. Kesalahan mengurus hubungan antar manusia dan hubungan antara manusia dan alam menimbulkan berbagai krisis. Dengan demikian krisis ini ada dua macam, pertama krisis pada manusia dan krisis pada alam. Hubungan dua macam krisis saling memperhebat masing-masing krisis, sehingga menimbulkan malapetaka dunia.

Sudah sejak zaman dahulu, masalah hubungan antar manusia mengalami kelainan, semula kecil lambat laun menjadi besar, terutama dalam bentuk pelacuran yang pada kelanjutannya merusak sendi keluarga. Dan keluarga yang rusak ini timbulah berbagai macam frustrasi yang ditutupi dengan berbagai kegiatan pelariannya, antara lain meminum minuman kharam, perjudian, dan lain sebagainya. Kesemuanya ini saling memperbesar peranan kejahatannya sehingga sukar ditelusuri mana yang lebih dahulu harus diatasi, kehancuran sendi keluargakah atau pelacuran, perjudian, minuman dan makan kharam dan lain sebagainya. Inilah kiranya krisis keluarga yang makin menghebat. Krisis ini melanda ke masyarakat sekitarnya, dibarengi pertambahan penduduk yang meningkat yang kurang mutunya, mutu batiniah dan lahiriah, disertai kehendak dan tindakan para wanita dalam mendukung cita women's liberation diluar batas kodratnya sebagai wanita, dengan akibatnya yang langsung pengurangan kesempatan kerja bagi laki-laki dan timbulnya berbagai maksiat. Inilah krisis akhlaq.

Usaha manusia yang makin bertambah memenuhi kebutuhannya yang tidak terbatas itu dihadapkan dengan alam yang kelihatannya serba pasif dan kekayaannya terbatas, sehingga sikap mereka terhadap alam ini semena-mena. Ini disebabkan karena dorongan nafsu mereka yang tidak dikendalikan, dibantu dengan modal dan teknologi yang ada. Oleh sebab itu tidak mengherankan jika sejak dahulu terdapat berbagai krisis dalam bidang ekonomi, diselingi dengan berbagai macam perebutan sumber alam yang kemudian menimbulkan peperangan dan penjajahan dari fisik, politik, ekonomi, sampai penjajahan teknologi yang menimbulkan krisis persaudaraan ummat manusia. Jumlah dan kwalitas sumber daya alam serta kemungkinan penggunaannya hanya diketahui manusia secara samar-samar. Juga tidak diketahui dengan pasti sampai dimana perputaran atau "recycling" tanaman, khewan, baik didaratan maupun dilautan untuk berkembang biak, dan atau memperbaharui diri, atau "renewable". Bahkan tidak diketahui sama sekali apakah selalu akan timbul energi dan mineral baru, karena hal ini makin lama pun akhirnya makin habis. Jika persediaan energi dan mineral makin menipis, maka landasan kehidupan manusia makin goyah. Inilah krisis energi.

Sikap manusia terhadap alam secara semena-mena dengan tidak memperhatikan akibatnya, khususnya dalam mempergunakan sumber daya alam yakni energi yang tidak dapat diperbaharui lagi, antara lain minyak, tanah, batu bara, panas bumi. Dalam bidang pangan, salah satu jalan diantaranya, adalah penggunaan bahan kimia, pestisida, untuk memberantas serangga. Serangga itu merajalela disebabkan antara lain karena dengan rakusnya manusia memakan khewan yang menjadi teman petani. Disini terjadi krisis pangan yang dapat melanda dunia karena pertambahan pangan itu tidak cukup untuk menghadapi jumlah pertambahan penduduk dunia. Hutan yang sudah sekian lama menjadi gundul, dan tidak terpelihara, mengakibatkan erosi dan banjir dengan segala akibatnya. Lautpun mulai tercemar oleh buangan sampah baik dari rumah tangga maupun industri. Udarapun menjadi tercemar karena polusi industri, dan bumipun tercemar oleh berbagai zat sisa; daya serap mereka makin terbatas. Dengan demikian terjadi krisis lingkungan, yakni penampilan gejala sebagai akibat kesalahan atau kekurangan dalam pola dan cara pengelolaan sumber kebutuhan hidup manusia. Juga produktivitas kekayaan alam makin menjadi sangat menurun, sehingga terjadi krisis produktivitas. Kelangsungan hidup semua makhluk termasuk manusia menjadi dalam keadaan yang sangat berbahaya karena “tolerance margins of nature" sudah pada tingkat terakhir. Jikalau berbagai krisis ini terus menerus dibiarkan karena manusia tidak menyadari dan melakukan fungsinya sebagai khalifat, maka udara menjadi makin panas, manusia, flora dan fauna serta lain sebagainya menjadi kering, dan ringan. Kerak dan kulit bumi menjadi pecah, dan dibarengi dengan makin mendinginnya bumi karena daya panasnya sendiri makin menurun. Bumi yang menjadi dingin itu lambat laun keluar dari peredarannya, karena daya tarik matahari tidak lagi dapat menahan bumi itu tetap pada peredarannya. Bumi melesat jauh, dan matahari dengan daya tariknya yang lebih besar dad pada daya tarik bumi yang makin lemah terhadap semua makhluq dimuka bumi akan menyedot segala makhluq dan apa saja dimuka bumi yang makin ringan itu, disatu pihak karena makhluq kepanasan dan menjadi mengering, dan difihak lain karena daya tarik bumi terhadap mereka makin menipis. Kapan "hari akhir" itu,           Allahu A'lam.

Dari itu, manusia yang tidak menyadari dan tidak bertindak sebagai khalifat adalah satu-satunya sumber berbagai krisis yang secara kumulatif akan melumatkan mereka sendiri.

Penyelesaian Berbagai Krisis

Baik krisis lingkungan maupun krisis lainnya hanya disebabkan dari perbuatan manusia sendiri. Perbuatan merusak, sadar atau tidak sadar, terjadi karena kehidupan mereka hanya untuk kebahagiaan didunia semata, kebahagiaan individu, yang dituntun oleh prinsip self interest, materialisme, dengan mengabaikan kewajibannya beribadah kepada Allah dalam anti khusus dan umum, sebagai khalifat dibumi dalam mengurus manusia, dan mengurus kelestarian alam sebagai sumber kehidupan, serta bersyukur kepada Allah atas nikmat, rakhmat, dan rizki yang telah dianugerahkan kepada mereka. Oleh sebab itu, untuk mengatasi berbagai krisis sekaligus mencegahnya, diperlukan tindakan menyeluruh dan bersamaan waktunya. Sebagai khalifat di bumi, manusia harus mengatur hubungannya antar manusia sendiri atau "human management" melalui silaturrakhmi, pendidikan Islam dan pengamalannya baik di rumah, di kampung, ataupun masyarakat luas. Dengan meresapkan RUKUN IMAN sebagai petunjuk, atau "guidance", dilaksanakan RUKUN ISLAM.

Disamping itu, masih dalam rangka "human management", dilaksanakan perataan kekayaan melalui lembaga zakat fitrah, zakat kekayaan, warisan, sadaqoh, infaq, wakaf, hibah, dan menjalin keluarga dengan sistem perkawinan Dalam melestarikan sumber kehidupan, atau "resource management", modal dan teknologi tidak memperbudak manusia, akan tetapi sebaliknya, manusia harus menggunakan dan memperlakukan modal dan teknologi itu sebagai alat untuk kesejahteraan kehidupan yang baik, didunia dan diakherat. Agar modal dan teknologi dapt dijinakkan, nafsu keduniaan yang melekat pada manusia harus dikekang terlebih dahulu melalui puasa. Setelah dikekang, nafsu kemudian diarahkan kepada semua kegiatan dalam rangka beribadah kepada Allah semata. Penjinakan modal, pertama, dilakukan dengan tidak dipungut bunga sebab dalam Islam, modal hanya dapat menghasilkan pembagian keuntungan. Pada hakekatnya, bunga, bunga berlipat ganda, atau rente, woeker, atau interest dan usury, dibayar oleh konsumen terakhir. Kedua, zakat kekayaan baik perusahaan maupun individu harus dibayar, tidak hanya untuk mensucikan kekayaan itu akan tetapi juga untuk sekaligus perataan pendapatan. Dihapuskan bunga dan dipungut zakat merupakan cara yang jitu untuk menjinakkan modal dan teknologi guna mengembalikan fungsinya sebagai alat bagi manusia dalam beribadah kepada Allah dan sekaligus menjinakkan pemiliknya agar tidak bertindak semena-mena terhadap manusia sesama dan alam dengan kekayaannya. "Technological break-through" diusahakan atas nama dan untuk Allah bagi kebahagiaan ummat manusia di dunia dan diakherat.

Masih dalam rangka resource management, manusia diwajibkan puasa. Puasa bukan hanya mempunyai arti beribadah kepada Allah, akan tetapi hasil sampingannya adalah pengekangan nafsu kepentingan diri, nafsu kikir dan nafsu expansionistis. Pengurangan makan, minum, menjadikan persediaan makanan/minuman dapat dihemat. Puasa tidak hanya dalam bulan Ramadhan, akan tetapi dianjurkan pula dihari lain. Penghematan ini menjalar tidak hanya dalam konsumsi mewah dan berlagak kebanggaan akan tetapi juga dalam proses produksi untuk mengurangi keborosan. Keborosan hanya akan mencemarkan lautan, daratan dan udara. Tambahan pula, larangan yang telah diatur oleh Islam benar-benar dijauhi, antara lain makan makanan yang diharamkan, sebagai contoh khewan yang menjadi teman petani, minuman dan makanan yang memabukkan, menghindari perbuatan yang dilarang Islam, antara lain mengadu nasib, berjudi, menyembah berhala, dan lain-lain. Dalam mempergunakan rizki itu, manusia tidak boleh melampaui batas, dan tidak boleh menghabiskannya untuk bersenang-senang serta menyombongkan diri tanpa hak.

Dasar Pemikiran Menuju Sistim Ekonomi Menurut Ajaran Islam

Jika ekosistim dan ekologi itu membicarakan hubungan timbal-balik antara manusia dengan alam, maka ekonomi merupakan bagiannya, yakni aturan kerumah-tanggaan hubungan manusia dalam usaha memenuhi kebutuhannya itu, dan hubungan manusia dengan manusia lainnya, yang merupakan hubungan kerumah-tanggaan nasional dan internasional. Dengan demikian ekonomi menurut Islam adalah ekonomi yang berada dalam rangka ekologi dalam rangkuman ekosistim yang super tersebut dimuka. Dari pengertian ekonomi tersebut, dapat diajukan beberapa hal, berkenaan dengan usaha kita untuk mencari ekonomi Islam sebagai suatu sistim.

Pertama, ilmu dikembangkan atas dasar ketidakpercayaan atau keraguan, dan ilmu ekonomi sebagai suatu ilmu dikembangkanlah teorinya dengan asumsi, sebaliknya Al Quran mengandung ayat yang tidak diragukan kebenarannya dan menjadi petunjuk bagi orang yang bertakwa. Dan doktrin Al Quran perlu dikembangkan cara berfikir untuk mengambil kesimpulan yang benar tentang ekonomi.

Kedua, dalam ilmu ekonomi, data yaitu keterangan yang tidak diselidiki lebih kebenarannya, karena sudah dianggap benar, dan semua orang dianggap sudah mengetahui data ini. Meskipun demikian, bagi seorang Muslim data ini harus diketahui hakikinya, sebab jika tidak, atas data yang ada tindakannya menjadi salah. Jadi hakiki data berada dalam meta ekonomi. Dalam Islam, meta ekonomi ini sangat berpengaruh dan menentukan tindakan dan perlakukan manusia. Data itu antara lain, mengapa alam semesta ini ada dan untuk apa, mengapa manusia ada dan apa tugasnya, mengapa manusia mempunyai kebutuhan, mengapa modal ada, dan mengapa teknologi ada, mengapa ada organisasi sosial dan hukum masyarakat, bahkan mengapa Allah itu ada. Ini semua tidak diselidiki lebih lanjut, bahkan Allah sebagai Yang Maha Penentu pun tidak diperhitungkan oleh ilmu ekonomi. Atas data yang cukup dan perhitungan kekuasaan Allah, barulah seorang Muslim dengan hati-hati mengambil beberapa kesimpulan.

Ketiga, hukum ekonomi menunjukkan hubungan antara peristiwa ekonomi dan berlakunya dengan "ceteris paribus". Ini jarang sekali terjadi. Oleh sebab itu berlakunya hanya mendekati saja, atau menunjukkan tendensi. Oleh karena keadaan selalu berubah, dan masa depan sedikit sekali dikuasai manusia, maka sebagai pengganti "ceteris paribus'' seorang Muslim akan menyatakan dengan kalimat INSYA ALLAH'.

Keempat, ilmu ekonomi membicarakan tindakan atau usaha manusia dalam memenuhi kebutuhannya atau mencapai tingkat kemakmurannya. Disini ilmu ekonomi tidak membicarakan manusia, akan tetapi tindakannya saja, sedang Al Quran banyak sekali membicarakan manusia, tugasnya, hubungannya dengan alam, dan hubungannya dengan Allah. Mulai dari sinilah kiranya ilmu ekonomi dilepaskan dari untaiannya, yakni Allah sebagai Yang Maha Pemberi Rizki.

Kelima, kegiatan manusia yakni memenuhi kebutuhan merupakan kegiatan untuk kehidupan di dunia semata, sedangkan Al Quran mengajarkan bahwa setelah kehidupan di dunia ini masih ada lagi kehidupan yang kekal di akherat. Kehidupan di dunia harus dalam rangka beribadah kepada Allah dan merupakan bekal kehidupan di akherat.

Keenam, walaupun setiap tindakan atau perbuatan ekonomi sebagai suatu peristiwa yang mempunyai bagian bersifat kebendaan, kejiwaan, keadilan atau hukum, dan juga agama, ilmu ekonomi hanya membatasi diri dan membicarakan satu segi saja, yaitu yang bersifat ekonomi. Oleh sebab itu jika kesimpulan diambil dengan tanpa memperhitungkan segi lainnya, maka kesimpulan itu tidak berlaku sepenuhnya, dan bertabrakan dengan segi lainnya.

Ketujuh, perbuatan ekonomi adalah perbuatan pilihan atas berbagai kemungkinan karena keperluan manusia tidak terbatas, alat pemuas barang, dan suatu barang itu mempunyai berbagai kemungkinan pemanfaatannya. Disini ilmu ekonomi tidak mempedulikan dasar pemilihan, dan apa yang menjadi pilihannya, sehingga seringkali terjadi tujuan itu menghalalkan segala alat. Ini tidak dikehendaki oleh Islam.

Kedelapan, kebutuhan manusia itu bermacam dan banyak jumlahnya, tidak terbatas, sedangkan alat pemuas dari kekayaan alam ini terbatas dan jarang. Apakah mungkin yang terbatas itu memenuhi kebutuhan yang tidak terbatas dalam — jangka panjang? Oleh sebab itu kebutuhan manusia harus dibatasi, sedangkan ilmu ekonomi tidak bisa membatasinya, karena memang tidak pernah mempunyai konsep bagaimana membatasi kebutuhan manusia dan tidak pula mempunyai konsep kecukupan. Akibatnya, disatu fihak, manusia menjadi kikir dan rakus, dan difihak lainnya kerusakan pada alam. Perebutan sumber daya alam terjadi kapan dan dimana saja, diwujudkan dengan peperangan, penindasan dan penjajahan dalam segala bentuk. Siapapun yang kuat, ialah yang menang.

Yang sudah makmur menyusun kekuatannya karena kekhawatiran tingkat kemakmurannya akan berkurang, dan si lemah mempersenjatai diri pula. Ketegangan terjadi pada diri manusia dan antara manusia dan alam. Jadi kalau demikian, ilmu ekonomi tidak membawa pada dirinya benih kesejahteraan dan kedamaian, akan tetapi justru benih kehancuran. Dalam perbenturan ini, si kaya tidak akan "transfer of technology" kepada si miskin, dan jika si kaya memberi bantuan kepada si miskin, maka si kaya menganggap bantuan itu "charity" yang dalam ilmu ekonomi tidak pernah ada, sedang si miskin mengangapnya sudah menjadi kewajiban si kaya. Dalam hal ini Al Quran jelas menyatakan bahwa dalam kekayaan itu terdapat hak si miskin.

Kesembilan, kemakmuran suatu bangsa itu ditandai dengan "high mass consumption" yang berarti pula "high mass exploitation" terutama terhadap alam, sehingga pada saatnya alam akan menunjukkan "tolerance margins"nya yang akan menghancurkan manusia sendiri. Apakah dengan kekayaan yang melimpah itu manusia sudah dapat dikatakan bahagia atau makmur. Bukankah si kaya terus menerus memenuhi kebutuhannya yang tidak terbatas itu, dan selalu mencari kepuasan dilapaugan lain, terutama kepuasan bathiniah. Ilmu ekonomi lebih banyak membicarakan kepuasan materiil; memang dasar pijaknya adalah kebutuhan materiil, walaupun diakui ada juga kebutuhan rohani, akan tetapi selalu menjadi kecil karena dorongan untuk memuaskan kebutuhan jasmaniah. Dengan demikian ilmu ekonomi tidak bisa diandalkan untuk mengantarkan manusia seutuhnya itu kepada tujuan kehidupan yang hakiki.

Kesepuluh, biasanya ilmu ekonomi hanya membicarkan barang yang ekonomis, yang terbatas atau jarang, sehingga udarapun tidak dianggap ekonomis. Kini udara mulai tercemar, sehingga udara bersih merupakan barang ekonomis yang pada gilirannya menentukan lokasi kehidupan manusia. Bukankah Allah menitahkan segala sesuatu yang ada di dalam semesta ini berguna bagi kehidupan manusia, yang sebagian karena melimpah tidak dianggap ekonomis, dan tidak dianggap berguna karena pengetahuan manusia sangat terbatas. Semua berguna, dan walaupun melimpah akan tetapi tetap terbatas, kecuali jika manusia bersyukur kepada Allah.

Kesebelas, hanya barang dan jasa yang didapat dalam pertukaranlah yang menjadi obyek ekonomi. Jadi ia tidak membicarakan transfer atau pemberian, antara lain "transfer of technology", zakat, sadaqah, infaq, wakaf, dan lain sebagainya yang sangat penting dalam Islam. Disini ilmu ekonomi melupakan bahwa dalam kenyataan selalu ada redistribusi pendapatan/kekayaan yang otomatis menurut Islam.

Keduabelas, dorongan manusia untuk bekerja ekonomi adalah mengurangi rasa kekurangan-kemakmuran, mendapatkan kekuasaan, mendapatkan penghargaan dari sesama manusia. Jadi jika seorang muslim bekerja untuk mendapat pahala disisi Allah dalam rangka beribadah kepadaNya, tidaklah diperhitungkan. Kepentingan sendiri atau "self interest" selalu menjadi pedoman tindakan ekonomi manusia. Semua manusia dianggap sama mempunyai kepandaian dan kekuatan sama.

Jika demikian, ekonomi menganggap bahwa kemakmuran akan dengan sendirinya tercapai. Kenyataannya tidak. Semua orang tidak sama, kepentingan diri sendiri seringkali bertentangan dengan kepentingan umum. Memang manusia itu sama dihadapan Allah, akan tetapi berbeda dalam ketakwaannya. Kepentingan umum sangat dipentingkan dalam Islam.

Ketigabelas, harga terbentuk atas dasar penawaran permintaan. Mereka yang dapat membelinya adalah mereka yang mempunyai daya beli, dan yang tidak mempunyainya tidak menjadi pembicaraan dalam ilmu ekonomi. Disini, ilmu ekonomi yang semula merupakan bagian dari ilmu sosial, tetapi kini berdiri sendiri sebagai ilmu, tidak lagi mempunyai kepekaan terhadap kemiskinan. Al Quran sudah sejak lama menganjurkan dan mewajibkan pemberian makan kepada anak yatim, dan lain sebagainya.

Keempatbelas, "profit motive", yakni dorongan mendapatkan laba menjadi unsur penggerak usaha manusia dalam perdagangan. Dorongan ini biasanya besar sehingga keuntungan maksimal diusahakan. Keuntungan maksimal, yakni melebihi sewajamya, antara lain karena monopoli, merupakan perampasan hak secara halus, karena konsumen terakhir yang membayarnya. Disini justru terdapat "transfer" kekayaan yang sangat halus, tidak terlihat, sehingga simiskinpun menjadi tetap miskin dan sikaya menjadi makin kaya. Usaha mencari keuntungan besar ini harus, dengan demikian, direm atau dikekang. Ilmu ekonomi tidak bisa mengeremnya. Baru setelah ada berbagai lembaga, pengereman terjadi, akan tetapi dorongan yang besar untuk keuntungan sebesar-besarnya masih selalu ada, dan siap bergerak sekiranya terdapat celah kelemahan suatu sistim. Pengereman oleh Al Quran, bagi seorang bertaqwa adalah sangat kuatnya, tidak hanya dengan zakat perdagangan, akan tetapi juga pernyataan Allah yang tidak dapat diragukan kebenarannya bahwa siapa saja yang menghendaki pahala atau keuntungan di dunia saja, maka ia sesungguhnya merugi, karena di sisi Allah terdapat pahala dunia dan akherat.

Kelimabelas, memang dinamika terdapat dalam berbagai hal, antara lain, penduduk bertambah, barang modal bertambah, teknik bertambah maju, organisasi produksi berubah, keperluan manusia bertambah banyak dan makin halus. Sebaliknya alam ini masih dianggap statis oleh ilmu ekonomi. Alampun makin berusia lanjut, dan sampai sekarang masih kelihatan "pasif” dan "statis", akan tetapi pada waktunya toh akan menjadi dinamis, berubah, dan aktif. Seluruh dinamika ini pada akhirnya akan menjadi statika yang belum pernah diperhitungkan oleh ilmu ekonomi.

Keenambelas, metode penyelidikan dalam ilmu ekonomi adalah induksi dan deduksi. Pada metode induktif atau empiris, kenyataan atau peristiwa yang nyata dikumpulkan, diperinci, dan kemudian mencari hubungannya,untuk mendapatkan kesimpulan umum. Kesimpulan umum ini sudah tentu tidak bisa berlaku untuk yang khusus sebab setiap peristiwa itu mempunyai berbagai segi dan hubungan satu sama lainnya sangat komplek dan menentukan, bahkan seringkali dalam metode ini dimasukkan pendapat sendiri. Pada metode deduksi, beberapa kebenaran yang sudah didapat dibahas secara logis, sehingga terdapat kesimpulan yang logis. Apakah logis ini sudah mutlak atau malahan relatif. Sebab apa yang benar bagi manusia sekarang belum tentu benar bagi manusia yang akan datang, sehingga logika itupun masih relatif logis. Rangka berfikir manakah dalam ilmu ekonomi, sudah tentu rangka berfikir ekonomis, sedangkan ekonomi ini hanya merupakan salah satu kegiatan manusia semata. Al Quran merupakan bahan dan kebenaran untuk deduksi atau metode pembahasan, "redenering" bagi seorang yang bertaqwa.

Ketujuhbelas, peninjauan secara ekonomi makro dan mikro memang sangat diperlukan, umpama bagi ekonomi makro ialah rumah tangga konsumen seluruhnya, sedang yang mikro adalah rumah tangga konsumen khusus. Dalam Al Quran terdapat ayat yang pada umumnya mengandung arti makro yang dapat dipergunakan sebagai dasar pemikiran ekonomi Islam makro, antara lain harga pada umumnya, karena semua perdagangan hendaklah dilakukan atas dasar ridho, dan tidak perlu mendapatkan harta dengan tidak syah.

Kedelapanbelas, riba atau bunga, baik dari kredit produktif maupun konsumtif, pada akhirnya mengurangi kemampuan pembayar, karena bagaimanapun juga, bunga itu dibayar oleh konsumen dan sebaliknya menambah kemampuan pemiliknya. Jurang antara sikaya dan simiskin menjadi lebar karenanya, oleh sebab itu diharamkan.

Kesembilanbelas, ilmu ekonomi, sebagaimana dimuka, tidak membicarakan masalah transfer kekayaan berupa zakat harta benda. Zakat ini pada dasarnya sangat berbeda dengan pajak, karena zakat itu untuk membersihkan harta benda yang menjadi kotor karena kekayaan itu tidak mungkin terjadi karena usaha seorang diri, melainkan hasil kerja kemasyarakatan, yang kemungkinan besar masih terdapat didalamnya sebagian upah yang belum dibayarkan, lagi pula penggunaan alam yang menjadi milik mutlak Allah semata itupun harus dibayar.

Keduapuluh, ekonomi sebagai ilmu baru tumbuh pada abad 18, sedangkan Al Quran sudah mulai ada sejak abad ke 6. Diantara abad itu memang terdapat pula kitab Islam yang menyinggung ekonomi, dan sesudah itu pemikiran masalah ekonomi diambil alih orang yang bukan Islam yang mengetengahkan peranan modal dan teknologi, sehingga pemikiran Islam sangat jauh ketinggalan, akan tetapi belum lepas dari untaiannya yakni Al Quran. Sampai sekarang Al Quran masih utuh, dan prinsipnya masih dijunjung tinggi oleh ummat Islam. Disamping itu sekarang sudah mulai usaha manusia kearah formulasi sistim ekonomi sebagai pengganti atas yang ada sekarang, baik yang berdasar pertukaran bebas, terikat, atau berencana.

Dengan alasan tersebut, dan dengan metode deduktif pada kenyataan dan kebenaran yang tidak diragukan lagi, tersebut dalam Al Quran, dan metode induktif pada berbagai peristiwa nyata pada saat Nabi Muhammad menjadi rasul Allah, dan kenyataan sekarang yang mempunyai berbagai segi, diperlukan pemikiran untuk menggambarkan kemungkinan sistim ekonomi yang bisa "mengobati" mengkoreksi kesalahan yang ditimbulkan kapitalisfue, sosialisme dan komunisme.

Gambaran Sistim Ekonomi Menurut Islam.

Dalam garis besarnya, sistim ekonomi menurut Islam ialah suatu sistim perputaran penuh input dan output, dengan ciri bahwa barang dan jasa adalah halal, semua barang milik mutlak Allah, sedangkan penggunaan serta pengelolaannya diserahkan kepada manusia sebagai khalifat dalam bentuk milik relatif, untuk ke pentingan sendiri maupun untuk kepentingan umum. Dalam pasar terjadi persaing an dengan cara yang tidak merugikan konsumen akhir, bunga atau riba tidak ada, zakat harus dibayar serta diusahakan agar tiada kekayaan menumpuk pada segolongan manusia dengan melalui upah, keuntungan, penghapusan riba, kewajiban zakat, anjuran sadaqah, infaq, hibah, wakaf. Semua orang adalah khalifat yang harus mengurus manusia dan sumber daya alam, bukan sekedar homo-economicus. Segala tindakan manusia berada dalam rangkuman beribadah kepada Allah dengan mengusahakan sebaik-baiknya kehidupan di dunia dan di akherat. Untuk penguasa, atau khalifat, yang dipilih oleh rakyat banyak berkewajiban memimpm masyarakat atau rakyatnya dalam rangkuman ekosistema supra yang menunjukkan perputaran utuh input dan output dan Allah kembali kepadaNYa.

Sistim ekonomi menurut Islam dengan demikian merupakan sebagian kecil tata kehidupan dengan memperhitungkan Allah sebagai Sumber segala Sumber. Dengan kata lain, didalam ekosistema supra terdapat manusia, dengan berbagai tata kehidupannya, diantaranya adalah sistim ekonomi menurut Islam. Gambar kedua menunjukkan perputaran lengkap rizki sebagai input dan output, dimulai dari rumah tangga konsumen yang berkewajiban membayar zakat dan diakhiri juga pada mereka, dengan catatan bahwa pajak untuk sementara tidak dibicarakan, agar gambaran itu menjadi jelas;

Pertama, rumah tangga wajib zakat membayar zakat fitrah kepada yang berhak menerimanya. Dengan cara begini, ditambah dengan sadaqoh, infak, dan lain-lain, penerima ini—katakan mereka yang fakir dan miskin—mempunyai tambahan daya beli.

Kedua, baik wajib zakat maupun penerima zakat fitrah sama-sama membeli barang konsumsi dari perusahaan barang konsumsi melalui pasar.

Ketiga, perusahaan barang konsumsi membayar gaji dan upah kepada rumah tangga wajib zakat yang menjadi pegawai dan buruh, serta sewa kepada mereka yang menyewakan, umpama tanah, kepada perusahaan ini. Disamping itu, perusahaan juga memberikan pembagian keuntungan kepada mereka, karena mereka memiliki saham atau meminjamkan modalnya atas perjanjian pembagian keuntungan kepada perusahaan ini. Penerima zakat fitrah sebagai buruh juga menerima upah mereka. Selanjutnya, perusahaan barang konsumsi membeli barang modal, umpama mesin, kepada perusahaan barang produksi. Perusahaan kedua ini juga membayarkan kepada mereka gaji, upah, sewa, dan pembagian keuntungan sebagaimana perusahaan barang konsumsi tersebut diatas. Sampai disini terjadi perputaran lengkap barang dan jasa.

Keempat, rumah tangga wajib zakat, perusahaan barang konsumsi dan perusahaan barang produksi/modal membayar zakat perdagangan/usahanya kepada suatu lembaga yang kita namakan saja Bait Al Mal. Dana ini, setelah terkumpul, di transfer oleh Bait Al Mal kepada lembaga yang kita namakan saja Investment Bank. Dengan dana zakat perdagangan/usaha ini, Investment Bank mengadakan "human investment" melalui lembaga Islam, antara lain pendidikan, sosial, dan lain sebagainya yang langsung menangani kesejahteraan rumah tangga penerima zakat fitrah. Dengan demikian zakat kekayaan, zakat perdagangan dan zakat usaha telah disampaikan kepada yang berhak sebagaimana mestinya, lebih efisien dan produktif.

Kelima, tabungan atau "saving" baik dari rumah tangga wajib zakat, perusahaan barang konsumsi dan perusahaan barang produksi disimpan di Bait Al Mal. Penyimpanan ini tidak menghasilkan pembagian keuntungan, apalagi bunga yang haram itu. Akumulasi tabungan ini kemudian di transfer kepada Investment Bank sebagai dana investasi yang dapat disalurkan atas nama Investment Bank itu kepada perusahaan barang konsumsi dan perusahaan barang produksi sebagai modal pinjaman jangka pendek atau panjang/permanen atas dasar pembagian keuntungan. Keuntungan ini sebagian dipergunakan untuk beaya operasinya, dan sebagian lagi dipergunakan untuk penanaman modal atas dasar konsensus dari para penabung, dengan tidak mengurangi solvabilitasnya, kontinuitasnya, serta likwiditasnya. Jika para penabung menginginkan investasi atas penanaman modalnya dengan menghasilkan keuntungan, maka Investment Bank nenyediakan saham. Saham ini pada waktunya akan menimbulkan keuntungan yang disampaikan kepada para pemegang saham oleh perusahaan barang konsumsi dan perusahaan barang modal. Biasa nya dengan dasar konsensus pemegang saham pula, perusahaan masih menyimpan sebagian keuntungan yang tidak dibagi sebagai cadangan. Cadangan ini dapat dibayarkan kepada para pemegang saham sebagai keuntungan jika perusahaan mengalami kerugian yang senyatanya setelah kerugian itu diperiksa oleh akuntan dari Investment Bank ini. Atas pemindahan tabungan untuk saham ini, Investment Bank dapat upah sewajarnya, untuk pembeayaan operasinya.

Investment Bank ini juga dapat mengeluarkan sahamnya sendiri yang dapat dijual kepada rumah tangga wajib zakat, perusahaan barang konsumsi dan barang produksi/modal. Uang itu kemudian ditanamkan atas namanya kedalam perusahaan yang memerlukan. Pada waktunya Investment Bank ini menerima pembagian keuntungan dari perusahaan dan sebagian keuntungan itu dibagikan kepada pemilik sahamnya, serta sebagian lagi dapat dipergunakan untuk cadangan atas dasar konsensus pemilik saham pula. Disini Investment Bank dapat bertindak sebagai Holding Company atau Concern. Sebagai Holding Company atau Concern, Investment Bank dapat saja menjual jasa riset, nasehat pemasaran, feasibility study dan lain sebagainya kepada perusahaan yang memerlukan. Dengan demikian iapun harus membayar pula zakat harta benda yang kemudian disalurkan lewat lembaga tersebut dimuka kepada penerima zakat.

Pada hakekatnya, Bait Al Mal dan Investment Bank adalah satu organisasi yang operasinya pertama: menerima zakat kekayaan dan tabungan, sedang yang kedua: menyalurkan zakat kekayaan melewati lembaga tertentu kepada penerima zakat serta menyalurkan tabungan untuk menjadi investasi atas namanya dan atau melewati penjualan saham yang keuntungannya akan disampaikan oleh perusahaan yang bersangkutan kepada pemilik sahamnya, dan menjual sahamnya yang dikelu arkan sendiri.

Dari gambar kedua, dengan jelas terlihat perputaran uang dan barang serta jasa, dan perputaran tabungan serta modal yang menghasilkan keuntungan, bukan bunga atau riba. Sebagai catatan, Bank Sirkulasi belum dibicarakan disini, dan sudah tentu, barang dan jasa yang tersediapun adalah yang halal, bukan sekedar ditanggung halal bagi "supermi" dan "corned beef' itu. Ini memang pertanda barangkali, bagi kita untuk memikirkan sistem ekonomi yang halal itu, atau sekedar "pelacuran", yakni menggunakan ungkapan Islam agar dagangannya laku. Barang kali, dengan sistem ini, konjungtur perekonomian kita tidak akan mengalami krisis atau depressi, akan tetapi stabil, dengan catatan bahwa manusia seluruhnya berada dan berfungsi dalam ekosistem yang super itu. Kesemuanya ini diperlukan studi mendalam dalam jangka panjang. Akan tetapi jika sistem un secara embrional akan dimulai atau dipraktekkan kiranya baik sekali jika dikumpulkan perusahaan orang Islam, dan orang Islam kaya sebanyak 50 saja, bersama mendirikan investment bank yang dengan prinsip operasinya tanpa pemungutan bunga. Managementnya barangkali mirip seperti Holding Compani atau Concern.

Barangkali pula, dengan sistem ini tidak akan terjadi inflasi atau devaluasi serious, karena uang tidak beranak. Pertambahan anak yakni bunga ini menurut deret ukur, sedang produksi menurut deret hitung. Dan jika "anak" atau bunga uang itu ter kena bahaya, lalu sebagian besar mati dan terjadilah deflasi. Ini memerlukan studi lagi. Masih diperlukan studi lagi, yakni pengaruh pelaksanaan sistem ini dalam bidang kesempatan kerja. Kemiskinan, stagnasi, ignorance, kemungkinan besar bisa hilang dengan menggunakan sistem ini, karena kemungkinan besar sistem ini menimbulkan "mass purchasing power", "mass production", dan "mass ' consumption" pada batas kebutuhan yang ditentukan oleh Islam, mengingat bahwa ilmu ekonomi tidak bisa membatasi kebutuhan manusia. Ini perlu penelahan lebih lanjut pula. Dengan memperhatikan "human management" dan " resource management" dalam rangka ekosistem yang super itu atau EKOSISTEMA SUPRA itu, persoalan ekologi dengan demikian dapat diatasi. Inipun perlu penelahan lebih lanjut, syukur bila "hari akhir" itu masih jauh sekali. Inna li allahi wa inna ilaihi raji'un.

Upperstructure

Al Hamdu Lillah, negara kita diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945 yang jatuh pada hari Jum'at di bulan Ramadhan, berdasar Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Ini merupakan kurnia Yang Maha Agung kepada bangsa Indonesia yang mayoritas Islam. 17 Agustus 1979 juga jatuh pada hari Jum'at dalam bulan Puasa pula, dan dalam tahun ini genaplah 1400 tahun Hijriah Nabi Muhammad SAW. Pembangunan kita menghendaki terciptanya manusia seutuhnya. Kalau demikian Ekonomi Pancasila adalah tata perekonomian yang memperhitungkan Allah sebagai Yang Maha Kuasa dan Maha Pemberi Rizki, dan dengan kodrat nya menentukan segala-galanya. Sudah tentu manusia Pancasila yang seutuhnya itu tidak merusak atau mengadakan kerusakan dibumi, akan tetapi sekaligus membangun dan bersyukur kepada Allah Yang Tunggal. Dalam seluruh tindakannya dan pengambilan keputusan sudah tentu manusia seutuhnya itu berpegang kepada "hablun minal Allah wa hablun minanNAAS", sehingga Insya Allah, tidak ada persoalan ekologi. Pada akhirnya secara lambat akan tetapi pasti, persoalan ekologi dalam ekosistema supra akan mendatangkan hari akhir atau kiamat.

Hubungan timbal balik antara agama dan pembangunan ekonomi

Seorang muslim, manusia seutuhnya, tidak mementingkan kehidupan didunia untuk kehidupan itu sendiri, akan tetapi untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Ilmu ekonomi tidak membicarakan kebahagiaan di akhirat. Tetapi ekonomi Pancasila sudah tentu membicarakan kebahagiaan di akhirat yang harus dicapai dengan kebahagiaan di dunia. Ini memerlukan ukuran, kwalitatif dan kwantitatif. Ini perlu pemikiran, sekurang-kurangnya penentuan tingkat kebahagiaan nasional, apakah dengan ukuran GNP atau GDP. GDP dan GNP tidak menghiraukan apakah produk itu halal atau haram, bukan sekedar ditanggung halal saja. Demikian juga kebutuhan manusia yang tiada kunjung habis dan dipuaskan itu harus dibatasi. Karena Islam merupakan "way of life", sedang ekologi hanya merupakan salah satu aspek usaha melestarikan kehidupan, maka hubungan antara pembangunan ekonomi dan agama, dalam hal ini Islam, dapat paralel dan fungsional. Jadi kemajuan ekonomi bersamaan dengan kemajuan berfikir manusia muslim seutuhnya serta usahanya atau amalannya, dan amalan yang baik itu akan mengakibatkan kemajuan beragama, demikian sebaliknya.

Dan gambaran ini kiranya jelas, mengapa perjuangan bangsa Indonesia dapat memperoleh kemerdekaannya. Kemerdekaan itu ditandai dengan ikut serta aktif ummat Islam dalam berbagai lapangan perjuangan, sejak dahulu sampai sekarang. Kita ambil contoh, siapa Diponegoro, siapa Imam Bonjol, siapa Kartini dan lain sebagainya, sampai Syarikat Islam, Syarikat Dagang Islam, Muhammadiyah, NU, PSII dan lain sebagainya, dan kini Partai Persatuan Pembangunan. Ini semua disamping kekurangannya, telah mempunyai saham besar dalam pembangunan Indonesia. Tanpa perjuangan ummat Islam yang jitu dimasa lampau, barangkali Kemerdekaan Indonesia tercapai, Insya Allah. Oleh sebab itulah Pancasila ini memberi kesempatan bagi "upper structure" untuk menghayat Islam dan melaksanakan ajarannya semurni-murninya dan setulus-tulusnya, sehingga "lower structure" dan subnya ini akan menjadi lebih lancar. Berkat kelancaran itu kita harapkan bersama semoga kita bisa mengantarkan generasi yang akan datang dan dunia keempat yang tidak mampu membangun kearah berbagai realisasi dan terwujudnya berbagai pemerataan. Kehendak pemerataan ini merupakiln kehendak yang terpuji. Semoga berhasil.

Penutup

Dari uraian ini jelaslah kiranya bahwa Islam sebagai agama dan sistim ekonominya justru tidak menghalangi pembangunan, akan tetapi dapat juga mengarahkan pembangunan, dan sekali-kali Islam dapat bertindak sebagai pengerem, jika kemajuan itu akan merugikan hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan alam dan hubungan manusia dengan Khaliknya, Allah, Tuhan Satu. Islam adalah agama yang syah. Negara Pancasila adalah negara bagi manusia seutuhnya, dan Islam adalah agama yang utuh. Semoga Allah SubhanaHu Wa Taala meredhoinya, Amien. 

Share:
Hayu Susilo Prabowo Prabowo

Inisiator EcoMasjid dan Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam MUI